Lihat ke Halaman Asli

Keseimbangan Ekologi: Solusi Lingkungan vs Pembangunan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Indonesia dan Brazil pernah tercatat sebagai dua negara dengan kerusakan lingkungan tertinggi di dunia. Misalnya deforestasi, yang dilakukan sebagian oknum untuk membuka lahan perkebunan.

Aktivis lingkungan kemudian menyalahkan pemerintah, pelaku bisnis, dan petani karena dianggap sudah merusak alam. Padahal pihak yang disalahkan merasa sudah melakukan pekerjaannya dengan benar. Inilah yang terjadi di Indonesia dan Brasil sebagai negara dengan agribisnis yang berkembang pesat.

Keseimbangan

Pertengahan April 2014 lalu, Indonesia kedatangan seorang ahli hukum lingkungan asal Brasil, Antonio Herman Benyamin. Dalam seminar “Trends in Enviromental Law; A Comparative Perspective” di Jakarta, Benyamin menegaskan pentingnya pembangunan yang berdasarkan keseimbangan ekologi di sebuah negara.

Besarnya sorotan dunia terhadap kerusakan alam di Indonesia dan Brasil memang seringkali menimbulkan perdebatan lingkungan VS pembangunan. Mana yang harus diutamakan?

Hakikatnya, dalam kehidupan bernegara, manusia butuh pembangunan untuk kesejahteraan. Maka dimanfaatkanlah sumber daya alam. Tapi pengelolaan pembangunan yang buruk seringkali berujung pada eksploitasi dan bencana.

Sementara lingkungan, tak hanya terdiri dari materi berupa tanah, air, hewan, atau hutan. Di sekelilingnya juga terdapat kehidupan manusia yang kita sebut lingkungan sosial, termasuk kegiatan pembangunannya. Keduanya memiliki keterkaitan, yang jika berjalan dengan baik disebut sebagai keseimbangan ekologis. Inilah yang sering dilupakan manusia.

Mengenai pihak yang disalahkan lantaran kerusakan lingkungan, ambil contoh para petani plasma sawit di Riau yang tergabung di KUD (Koperasi Unit Desa) Bhirawa Bakti. Saat dikunjungi lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing pada 2012 lalu, para petani mengeluh kesal karena terus dituduh merusak lingkungan.

Sebagai bantahan, mereka menjelaskan prosedur penanaman sawit ramah lingkungan yang mereka terapkan seperti pelaksanaan Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) untuk menghindari pemakaian pupuk kimia.

Dengan mengadopsi sistem pengelolaan ramah lingkungan, KUD Bhirawa Bakti yang meraih keuntungan bersih sebesar Rp. 1,8 milyar di tahun 2011 itu berhasil mendapatkan penghargaan dari Dinas Koperasi sebagai koperasi dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) terbesar.

Keluhan senada juga dilontarkan Katia Abreu, pengusaha peternakan sekaligus senator asal Brasil yang berambisi membawa negaranya mengalahkan Amerika Serikat sebagai penghasil pangan terbesar di dunia (saat ini Brasil ada di peringkat kedua).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline