Lihat ke Halaman Asli

Dekadensi Identitas Nasional Sebagai Efek Globalisasi

Diperbarui: 30 Oktober 2016   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Negara kesatuan republik indonesia terbentuk dari berbagai ragam kelompok suku, etnis, budaya, bahasa, agama, dan lain-lain. Dengan keragaman tersebut indonesia bisa disebut sebagai bangsa “multi kultural”. Dari zaman dahulu kebudayaan telah melekat di dalam masyarakat indonesia, kebudayaan tersebut sangat beragam antara wilayah satu dengan wilayah yang lain pun berbeda. Kita sebagai generasi penerus hanya mewarisi dan diharapkan agar bisa menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut. 

Namun pada kenyataannya di era globalisasi ini kita bisa dibilang lalai mengemban amanah untuk pelestarian kebudayaan tersebut, karena apa? Kita tidak mampu mempertahankan budaya tersebut. Kebudayaan di dalam masyarakat sekarang ini seperti yang kita ketahui mulai luntur bahkan ada sebagian yang mulai menghilang, tergantikan oleh budaya-budaya barat yang di agung-agungkan oleh generasi muda kita saat ini. Dan itu menjadi penyebab kita lalai pada budaya asli kita sendiri. 

Saat ini indonesia bisa dikatakan mengalami krisis kebudayaan Hal ini disebabka budaya asli indonesia yang mulai tidak terawat, dibiarkan merana, dan tidak dikembangkan. Bahkan kebudayaan asli bangsa terkesan dibiarkan mati tertindih oleh budaya-budaya asing.

Nilai-nilai kebudayaan mulai hilang terlindas kemajuan jaman. Kebudayaan asli Indonesia yang saat ini mulai luntur salah satunya adalah gotong royong. Gotong royong berasal dari bahasa jawa, gotong berarti pikul atau angkat, sedangkan royong berarti bersama-sama. Jika diartikan secara harfiah, gotong royong adalah mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. 

Nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk prilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa mengharap balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama. Gotong royong menjadikan kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya dan sejahtera. Dengan adanya gotong royong, berbagai masalah bisa terpecahkan secara mudah, demikian halnya dengan kegiatan pembangunan masyarakat.

Soekarno dalam sidang BPUPKI berkata gotong royong merupakan “jiwa” masyarakat Indonesia. Sayangnya saat ini nilai budaya gotong royong inilah yang mulai luntur. Semangat rakyat yang senang bergotong royong dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, bemusyawarah memutuskan cara untuk menyelesaikan suatu masalah sudah sangat jarang terlihat. Dahulu nilai gotong royong sangat terasa sekali, jika ada tetangga yang melaksanakan hajatan. 

Ketika petani mau menanam atau panen padi, jagung, tembakau, sayuran, dan lain-lain diladang ataupun disawah mereka mengerjakannya bersama-sama, saling membantu tanpa dibayar, upahnya hanya makan pagi dan siang atau makan kecil. Jadi, kalau ada diantara mereka mau menanam atau pun panen, maka warga yang lainnya ikut gotong royong dan begitu sebaliknya, terjadi semacam barter tenaga. 

Sekarang keadaanya sudah telah bergeser, kalau mau cocok tanam harus memperhitungkan upah. Bahkan sekarang jika ada pentongan dipukul woro-woro tentang kerja bakti membersihkan jalan, selokan, dan tempat ibadah, banyak orang yang berpikir praktis, cukup memberi uang tanpa ikut berpartisipasi membersihkan desa. Itulah mengapa indonesia saat ini bisa dibilang mengalami krisis identitas nasiaonal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline