Lihat ke Halaman Asli

Menunggu Suami Pulang Kerja

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menunggu suami pulang kerja adalah suatu seni tersendiri bagi para istri. Setelah merapikan rumah, menyiapkan makan malam, lalu mandi dan berdandan cantik untuk menyambut suami yang telah lelah bekerja seharian. Kata-kata manis dan senyum termanis pun mulai disiapkan. Namun apa jadinya ketika yang ditunggu tak juga datang dan tak ada kabar sama sekali?. Rasa sukacita menunggu pun berubah menjadi kekecewaan, curiga bahkan sampai marah. Rancangan kata-kata manis pun berubah menjadi kata-kata untuk mengungkapkan kemarahan dan kekecewaan.

Begitu juga yang saya alami semalam. Setelah semua pekerjaan rumah selesai, saya pun bersiap-siap menyambut kedatangan suami dengan senyum termanis yang saya punya :D. Satu jam pertama dia terlambat, saya masih merasa maklum karena saya tahu sendiri dia sedang banyak pekerjaan. Satu jam berikutnya saya mulai gelisah, apalagi setelah sms yang saya kirim tak dibalas dan telepon pun tak diangkat. Rasa kecewa mulai datang ditambah rasa marah yang mulai datang. Curiga dan mulai merasa diabaikan. Bahkan mulai merasa bahwa suami lebih mementingkan pekerjaannya daripada keluarga. Pikiran-pikiran buruk mulai bersliweran di kepala. Rencana untuk ngambek pun mulai datang.

Hampir jam 9 malam suami pun datang. Karena masih jengkel, saya membiarkan dia membuka pagar sendiri. Tapi ketika membuka pintu dan melihatnya selesai memarkir sepeda motornya, saya dibuat terkejut dan agak shock. Tangannya terluka sambil memegang helm yang lepas beberapa bagian. Celananya sedikit robek dan jalannya agak pincang.

Tenyata suami saya baru saja jatuh dari motornya karena disenggol pengendara lain yang tidak bertanggung jawab. Hari itu dia sedang banyak pekerjaan sehingga pulang sangat terlambat dan bahkan belum makan malam. Ketika pulang, rasa capek, lapar dan juga takut disambut omelan istri membuatnya tidak fokus berkendara. Di suatu ruas jalan yang cukup ramai, dari arah depan ada kendaraan lain yang mengebut dan tidak beraturan menyenggol suami saya. Karena sedang tidak fokus, maka dia pun tidak bisa menghindar dan langsung jatuh. Orang lain yang menyenggolnya pun langsung kabur. Dengan menahan rasa sakit di kaki dan tangannya, dia melanjutkan perjalanannya pulang.

Mendengar cerita suami, saya mulai merasa bersalah. Saya merasa bersalah karena telah berpikir yang macam-macam bahkan sampai marah. Saat itu terlintas nasehat yang pernah diberikan ibu saya bahwa seharusnya istri selalu mendoakan suaminya dan berhenti berprasangka buruk agar suami selalu selamat.

Jadi untuk para istri (termasuk saya sendiri), daripada kita marah-marah, curiga dan berpikir yang tidak-tidak ketika suami terlambat pulang, lebih baik kita isi waktu kita dengan mendoakan suami agar suami bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan pulang dalam keadaan sehat dan selamat.

Untuk para suami, kalau pulang terlambat jangan lupa kasih kabar ke istri ya...:)

Salam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline