Lihat ke Halaman Asli

Ika Septi

TERVERIFIKASI

Lainnya

Romantika Naik Angkot, Benci tapi Rindu

Diperbarui: 11 Desember 2021   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barisan angkot|sumber : KOMPAS.com

Sebagai rakyat jelata pengabdi angkot garis keras, saya merasa trenyuh ketika kini melihat banyak angkot kosong-melompong. Ini kalau naik sedirian bisa-bisa masuk angin. Entah angin mamiri, muson barat, atau timur, tinggal pilih aja, gratis.

Kepemilikan kendaraan bermotor roda dua dan empat yang mudah membuat angkot tak lagi banyak dibutuhkan. Belum lagi maraknya ojol dan taksol, lengkap sudah penderitaanmu, koott, angkoottt!

Angkot atau angkutan kota merupakan salah satu moda transportasi yang sudah saya gunakan sejak masih imut-imut bin amit-amit. Lha, mendiang Bapak saya pernah jadi supir angkot, je. Beliau biasanya membawa angkotnya setelah jam kerjanya sebagai PNS berakhir.

Dulu angkot kerap disebut dengan "honda" mengacu pada salah satu merek kendaraan yang paling banyak digunakan. Saya senang sekali bila diajak Ibu ke kota untuk membeli baju lebaran dengan menggunakan si honda ini.

Ketika duduk di bangku SD, angkot ini bagai teman tapi gak mesra-mesra amat karena bertemunya gak intens. Biasanya, saya menggunakan angkot bila akan main ke rumah teman yang letaknya agak jauh. Perginya bareng-bareng, bayar ongkosnya disatukan sambil pasang kuda-kuda untuk ngacir karena seringnya ongkosnya kurang.

Nah, saat SMP, posisi angkot sudah naik tahta menjadi si belahan jiwa, setiap hari mendampingi baik suka maupun duka. Aura saya kayaknya sudah sewarna dengan angkot. Ya, letak sekolah saya memang berada dekat terminal.

Tiga tahun wira-wiri di sekitaran terminal membuat saya setidaknya hafal dengan rupa angkot, supir, sampai kernetnya. Belum lagi calo-calo ceking dengan tato dan rambut acak-acakan yang bersuara cempreng. Bila ada pelajaran tentang angkot dan turunannya pasti nilai A pleus ada di tangan dan dapat tambahan poin pula dari Profesor Dumbledore.

Berhubung posisinya di terminal, maka saya dan teman-teman suka pilihan bila naik angkot, sombhong amaat yak. Iyaalah, gak hanya gebetan yang musti milih tapi angkot juga, titik gak pake koma.

Biasanya angkot terpilih adalah yang berbody mulus, gak peang, dan belum kenal ketok mejik. Model ginian itu tahunya dari mata pelajaran tehnik penerawangan angkot, 2 SKS. Supirnya harus yang punya tata krama kalo bisa lulusan sekolah kepribadian. Kernetnya yang gak nggilani, njijiki, memeti, dan byabyakan.

Iya, kernet ini bawaannya kadang nyebelin, suka colak-colek lutut, baik ketika meminta ongkos, memberi kembalian, dan nyuruh geser duduk.

Nah, dulu itu armada angkot masih buanyak banget sehingga saat akan masuk terminal ngantri. Kalau sudah begini mending turun aja sih, lalu jalan sekitar 500 meteran untuk sampai gerbang sekolah, daripada emosi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline