Saat saya masih unyu-unyu dulu, kebiasaan antar-mengantar makanan di antara para tetangga masih sangat subur. Ya, dari yang tipenya rantangan, besekan, sampai hanya dengan menggunakan piring yang ditata di atas nampan dan ditutup serbet kotak-kotak.
Nah, salah satu antaran makanan yang kerap mampir ke rumah adalah bubur merah dan bubur putih. Bubur ini biasanya dibagikan dalam rangka syukuran kelahiran atau pernikahan. Tak hanya itu, bubur merah dan putih juga hadir pada perayaan hari besar seperti Tahun Baru Islam dan Idul Adha.
Kata simbah, di Jawa, varian bubur ini dikenal dengan sebutan jenang/bubur sengkolo. Dengan heroik beliau berkata bahwa bubur sengkolo dibuat sebagai tolak bala, ya, menolak segala rupa kesialan dan hal buruk.
Dalam mitologi Jawa, bubur putih merupakan simbol bibit dari ayah sedangkan bubur merah adalah simbol bibit ibu. Hal ini berkaitan dengan syukuran kelahiran. Ya, simbol bibit ayah dan ibu itu disatukan dalam sebuah wadah yang melahirkan penyatuan berupa hadirnya manusia baru.
Makna lain dari bubur merah dan bubur putih adalah berani dan suci. Dalam syukuran kelahiran dan pemberian nama anak, bubur ini ada sebagai simbol pengharapan orang tua agar kelak sang anak menjadi sosok yang berani dan menjalani hidup dalam kesucian dan kebenaran.
Nah, dalam perayaan tahun baru Islam di masyarakat Jawa, bubur merah dan bubur putih ada sebagai sesaji, demikian menurut sejarahwan Heri Priyatmoko yang dilansir dari Kompas.
Menariknya, bila ditarik ke belakang, bubur merah dan bubur putih ini sudah dikenal sejak era Hindu yang dibuktikan dengan adanya catatan di atas sebuah prasasti tentang pengolahan bubur ini.
Kini keberadaan bubur merah dan bubur putih sudah langka saya temui, terakhir dapat hantaran ini ketika tetangga saya syukuran kelahiran putranya beberapa tahun yang lalu. Rasanya endeesss banget secara sudah beberapa milenium lidah ini tak bersentuhan dengan gurihnya bubur putih dan manisnya bubur merah.
Untuk membuat sendiri sajian berbahan beras ketan ini perlu usaha yang lumayan besar padahal kan kepinginnya cuma sedikit.
Yap, bikin bubur itu kan suka malesin ya buuunnddd, lama dan bikin pegel tangan karena harus mengaduk secara terus-menerus agar menghasilkan bubur yang lembut.