Pagi ini, seorang teman berkata bahwa adiknya nyaris saja di PHK karena pemilik perusahaan tempatnya bekerja sudah tak tahu harus bagaimana menghadapi ketidakpastian usaha seperti sekarang ini. Namun, beruntungnya perusahaan tempatnya bekerja itu memutar haluan menjadi produsen masker dan merubah beberapa kebijakan sehingga sang adik masih bisa bertahan di tempatnya bekerja.
Ya, wabah virus corona membuat banyak perusahaan gulung tikar, gelombang PHK tak dapat dibendung. Perusahaan-perusahaan yang masih bisa bertahan harus melakukan kebijakan Work From Home (WFH). Pertemuan secara fisik adalah satu hal yang dihindari.
WFH pun kini tengah dilakoni oleh salah seorang teman kuliah saya dulu yang bekerja di sebuah perusahaan teknologi komunikasi ternama di Bandung. Mereka menggunakan aplikasi Zoom dan Jitsi, bukan jutsu ya itu mah keahlian seorang ninja - untuk menandai kehadiran plus berdiskusi tentang pekerjaan. Lewat aplikasi telekonferens ini mereka dapat bertatap muka, bersapa kabar, dan berbagi senyuman. Pekerjaan selesai, silaturahmi antar rekan kerja pun tetap jalan.
Bagaimana dengan saya? Sebagai CEO merangkap koki dan tukang cuci piring gerai masakan rumahan yang sudah tiga tahun berdiri wahahah, rekan kerja saya ya mamang-mamang tukang dagang bahan pangan di pasar. Karena bersangkutan dengan bahan makanan maka saya tetap bersua dengan mereka, lha masak iya bahan makanannya virtual, ya ndak kenyang, kisanak.
Namun begitu saya memiliki salah seorang 'rekan kerja' lain. Saya sebut dia 'rekan kerja' karena teman saya yang bekerja sebagai penerjemah dan editor ini kerap memberi banyak inspirasi. Beberapa artikel yang pernah saya tulis terinspirasi oleh apa yang ia kisahkan. Selain itu beberapa ide masakan kerap muncul ketika kami tengah bertegur sapa secara maya.
Dia adalah teman SMP saya dulu, kami bertemu kembali di salah satu media sosial sekitar 11 tahun yang lalu namun sampai hari ini kami belum pernah bertemu secara langsung. Padahal kami tinggal di kota yang sama, tidak satu di bumi, satu di stasiun ruang angkasa juga.
Hampir setiap hari kami berkirim kabar dan berkisah tentang banyak hal melalui aplikasi Whatsapp. Sebagai sama-sama penganut "tak mengharapkan centang biru dari orang lain", kami merasa silaturahmi itu tak harus bertemu secara fisik. Walau dia disana saya disini, toh kami tetap masih bisa berbagi. Dia mengirimi buku-buku, saya mengirimi kue-kue. Jadi menghadapi physical distancing seperti sekarang ini, saya dan dia sudah sangat terbiasa, tak ada drama.
Sampai saat ini pandemi virus corona belum jua berakhir, jadi lebih baik tetap jaga jarak dan menghindari kerumunan kecuali secara virtual.
Ya, di era digital seperti sekarang ini dengan segala kemudahan yang mengikuti, banyak hal bisa dilakukan termasuk bersilaturahmi yang tanpa harus cium pipi kanan - cium pipi kiri alias cipika-cipiki.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H