Kemarin (8/10) dalam grup percakapan Whatsapp, ada seorang teman yang iseng mengirimkan sebuah kuis tentang para penyanyi Indonesia tempo dulu. Kuis yang terdiri dari 30 soal itu, masing-masing diacak hurufnya dan dapat disusun kembali menjadi nama seorang penyanyi. Saya sendiri hanya dapat menebak setengahnya. Salah satu diantaranya adalah Ebiet G. Ade.
Lagu-lagu Ebiet sudah sering saya dengar sejak belia, sehingga namanya amat mudah saya temui dalam kuis tersebut. Dia merupakan salah satu musisi favorit bapak saya. Dulu setiap bapak saya pulang dari kantor, beliau kerap menikmati suara sendu Ebiet yang keluar dari tape deck hitam kesayangannya. Telinga saya pun akhirnya terbiasa dengan lagu-lagu pria bernama lengkap Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far bertema sosial, cinta, alam, religi, serta keluarga.
Bapak saya memiliki beberapa album milik musisi yang awalnya merupakan seorang penulis puisi, diantaranya adalah Camelia. Lagu-lagu di dalam album Camelia I sampai IV itu sangat menarik. Petikan gitar dan suara khas pria kelahiran Banjarnegara ini menghipnotis telinga-telinga yang haus akan melodi berirama sendu dengan lirik menyentuh kalbu.Tak banyak penyanyi solo Indonesia yang lagu-lagunya didengar lintas generasi seperti milik pria yang kini berusia 63 tahun ini. Bapak, saya, bahkan kini anak saya sama-sama suka dengan lagu-lagunya. Lirik yang ditulis sahabat Emha Ainun Nadjib ini sangat menyentuh hati pendengarnya. Berkat runutnya kata-kata yang digunakan, dapat membentuk sebuah kisah, sehingga membuat lagu karnya ayah dari empat orang putra dan putri ini seakan memiliki ruhnya sendiri.
Ebiet memang dikenal sebagai pendendang lagu balada, tapi tak serta merta membuat semua lagu yang ditulisnya menjadi beraroma balada. Nomor bertajuk "Pesta" di album Camelia 1 adalah salah satu bukti bahwa pria yang hampir tak pernah menyanyikan lagu buatan orang lain, kecuali milik Oding Arnaldi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dapat menciptakan lagu dengan iramanya nge-beat.
Di album Camelia II terdapat sebuah lagu yang kini sering diputar mengiringi berita-berita tentang bencana alam. Lagu berjudul "Berita Kepada Kawan" itu memang menyoroti tentang bencana. Lagu ini ditulis ketika bencana kawah Sinila di Pegunungan Dieng merenggut nyawa puluhan penduduk di sana. Album yang dinaungi oleh perusahaan rekaman raksasa, Jackson Records, di dominasi lagu-lagu bertemakan cinta.
Album Camelia III adalah album favorit saya karena terdapat lagu-lagu yang saya sukai. Tembang seperti Elegi Esok Pagi, Camellia III, Dosa Siapa? Ini Dosa Siapa?, Kalian Dengarkan Keluhanku (Dari Seseorang yang Kembali dari Pengasingan), Sepucuk Surat Cinta, Lolong, Hidup IV, Saksikan bahwa Sepi, Ada yang Tak Mampu 'ku Lupa, serta Untukmu Kekasih membuat pendengaran saya hanyut dalam semua tembang milik suami Yayuk Sugianto itu. Lagu favorit saya adalah "Kalian Dengarkan Keluhanku (Dari Seseorang yang Kembali dari Pengasingan)", sungguh, judulnya cukup panjang. Lagu ini berkisah tentang seorang mantan narapidana dan tidak diterima kehadiriannya kembali oleh masyarakat. Lirik lagu ini amat menyayat hati, berikut penggalan liriknya.
Apakah buku diri ini selalu hitam pekat?
Apakah dalam sejarah orang mesti jadi pahlawan?
Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum
dengan sinar mataNya yang lebih tajam dari matahari
Pada tahun 1980, album Camelia IV rilis, sekaligus menutup rangkaian tetralogi album Camelia. Album yang terdiri dari 10 lagu ini masih berada di bawah naungan Jackson Records. Dalam album tersebut, terdapat lagu yang kerap membuat mata saya berkaca-kaca berjudul "Titip Rindu buat Ayah".