Lihat ke Halaman Asli

Ika Septi

TERVERIFIKASI

Lainnya

Cerpen: Di Bawah Naungan Orion

Diperbarui: 5 Maret 2016   18:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Gambar: pertanianindonesiaku"][/caption]Rhea menatap langit yang berpendar oleh taburan cahaya bintang. Alnitak, Alnilam, Mitaka dan si bintang tua Betelgeuse yang berwarna kemerahan berkumpul dengan bintang lainnya membentuk Rasi Bintang Orion yang terlihat jelas di ufuk timur.

Ia menghirup udara malam yang dingin dan menghembuskannya perlahan. Aroma pewangi dari pakaian yang baru saja ia jepitkan di kawat jemuran menyapa hidungnya lembut.

Pandangannya menyapu ke segala penjuru. Pot-pot tanah liat yang berisi berbagai macam tanaman berjajar rapi membentuk sebuah pagar yang melindungi tempat itu. Hanya satu pot yang dibiarkan kosong tanpa tanaman di dalamnya. Pot itu seakan melambai ingin disentuh olehnya.

Sebuah bangku kayu bertengger angkuh di antara pohon mawar yang beberapanya telah berbunga. Rhea menatap bangku kayu itu dengan mata yang berkabut.

***

Malam itu begitu cerah bermandikan cahaya purnama lima belas. Rhea menapaki tangga kayu yang bilah-bilahnya terlihat mengilat tergerus tapak kaki. Ember berisi pakaian di tangan kanannya terasa sangat berat, yang membuat langkahnya sedikit terbebani. Bagi Rhea, malam hari adalah waktu yang tepat untuk menjemur pakaian. Ketika semua teman kosnya berleha-leha menikmati waktu istirahat, Rhea memanfaatkan waktu senggangnya untuk membereskan semua pekerjaan cuci jemurnya.

Napasnya sedikit tersenggal ketika Rhea sampai di atas dak berpelur semen itu. Ia meregangkan jemari letihnya. Angin malam membelainya mesra. Rhea merapatkan cardigan hitamnya segera. Ia memandangi bulan yang cahayanya mengalahkan sinar lampu TL. Nini Anteh terlihat bercengkerama dengan kucingnya di atas sana. Keduanya telah memberikan keindahan yang sampai ke muka bumi malam ini.

Tiba-tiba Rhea dikejutkan dengan suara tawa yang lirih. Bulu kuduknya meremang seketika. Siapakah gerangan yang tertawa? Tak mungkin Nini Anteh di atas sana kan? Suara itu kembali terdengar, dengan jantung berdegub kencang, Rhea melayangkan pandangannya ke empat penjuru mata angin dengan segera.

Di antara pot-pot yang tertata rapi ada sebuah sosok yang tengah terduduk lemas di bangku kayunya. Rhea memicingkan matanya memandang sosok yang berdiam di sana. Tetapi sinar bulan mendadak meredup ketika awan menghalanginya. Tanpa pikir panjang Rhea menuruni tangga kayu itu. Berlari untuk menyelamatkan diri.

Rhea mengetuk pintu kamar Miko dengan kencang, napasnya memburu. Seorang pemuda berkacamata keluar dari kamarnya.

"Mik, itu ada orang di sana." Rhea berkata dengan panik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline