"Bagaimana sikap kita atas NKRI Bersyariah yang beruang-ulang di perjuangkan oleh Habib Rizieq?'
Tak hanya menggelitk, tulisan Denny JA menggiring kita untuk menentukan sikap terkait isu pembentukan negara beragama-baca NKRI Bersyariah-yang belakangan banyak digembar-gemborkan.
Denny berhasil menyodorkan analisis bahwa praktik nilai luhur yang sesuai dengan Alquran terwujud bukan dinegara dengan mayoritas pemeluk islam seperti Turky, malaysia dan Indonesia. Bahkan sederet negara yang memberlakukan syariah islam secara ketat seperti Republik Iran tak mampu menempati rangking top 10 besar.
Sebaliknya, nilai luhur islam yang diterjemahkan dalam indeks islamcity mendarah daging dinegara-negara sekuler seperti Selandia Baru, Belanda, Swedia, Belanda, Kanada, Swiss, dan Australia. Negara-negara tersebut memiliki latar belakang peradaban yang mapan dengan penduduk yang sudah terbiasa untuk menjunjung tinggi HAM dan pendidikan yang gemilang.
Indonesia sendiri sebagai negara berkembang dan peradaban yang belum begitu mapan, isu terkait agama bisa menjadi sesuatu yang "renyah" untuk di goreng. Sedikit hembusan ketimpangan sosial, ekonomi, konflik budaya dengan sentuhan agama bisa mengusik dan menyulut emosi massa. Hal tersebut terlihat jelas dalam musim pilkada 2017.
Setahun sebelumnya , NKRI Bersyariah sudah didengungkan. Kini dimusim pilpres 2019 konsep tersebut kembali dimunculkan ke permukaan. Alih- alih menegakkan negara bersyariah, sebenarnya Habib Rizieq hanya menggunakan konsep tersebut untuk kepentingan ekspansi politiknya saja.
Habib Rizieq sendiri hingga saat ini tidak pernah terbuka didepan umum terkait wacana NKRI Bersyariah. Dia hanya mendeklarasikan wacananya dimoment tertentu seperti aksi 212 dan reuni 212. Ketua FPI tersebut belum secara resmi menengaskan konsep yang hendak ia tawarkan sebagai pengganti Pancasila.
Jika NKRI Bersyariah benar-benar berhasil ditegakan, berarti Indonesia menjadi negara agama layaknya Aljazair dan Iran, Nyatanya kedua negara tersebut meski menggunakan senjata tetap gagal mengembangkan konsep negara yang murni islami. Sementara itu tawaran Habib Rizieq ini jauh sebelumnya sudah pernah dan hampir diresmikan menjadi pondasi bangsa.
Piagam jakarta menjadi saksi nyata momen tersebut. Pencabutan kalimat "dan menjalankan syariat islam bagi para pemelukunya" menjadi indikasi perjuangan para ulama dimasa lalu. Hanya saja negara tak hanya dibangun oleh ulama yang beragama islam.
Mereka bersatu padu para pejuang lain dari berbagai belahan nusantara lain seperti Indonesia Timur yang tidak beragam islam. Demi persatuan bangsa kalimat tersebut dirubah dan dijadikan menjadi sila pertama Pancasila saat ini yang meegaskan setiap warga harus memeluk satu agama , tidak boeh tidak beragama atau atheis? Lalu apa lagi yang dikhawatirkan Habib Rizieq? Bukankah keresahanya sudah terselesaikan dimasa lalu.
Tak berhenti disitu, habib Rizieq juga menyentuh lini kehidupan sosial sehari-hari. NKRI Bersyariah menuntut agar ulama di cintai dan dihormati. Pertanyaanya, hingga saat ini adakah kasus pelecehan ulama? Tak taukah Habib Rizieq dengan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun yang memiliki mejelis Maiyah hampir diseluruh Indonesia.