Kuliah di luar negeri adalah salah satu impian saya. Sebetulnya, mimpi saya itu tinggi, dulu saya ingin kuliah di Eropa. Tapi, karena saya sadar kalau saya lemah dalam penguasaan bahasa Inggris, akhirnya saya downgrade mimpi saya itu. Tujuannya bukan lagi Eropa tapi jadi negeri sakura.
Jalur pertama yang saya pilih tentunya jalur beasiswa yang mengharuskan kita melampirkan hasil score TOEFL dan semacamnya.
Setelah dua kali mengikuti tes bahasa Inggris, score saya masih juga rendah. Tentu membuat saya kecewa dan kecil hati.
Di tengah kekecewaan itu, saya browsing dan baca berbagai artikel tentang bagaimana tips untuk survive dan kuliah di luar negeri.
Ada satu artikel yang menarik perhatian saya, diceritakan bahwa ada satu mahasiswa Indonesia yang berhasil kuliah S2 sampai dengan S3 di Jepang hanya bermodalkan biaya mandiri. Maksudnya, tanpa beasiswa juga tanpa support dari orangtua.
Setelah membaca artikel tersebut, saya seperti diberi suntikan energi untuk berani kuliah di Jepang dengan biaya mandiri. Juga, dengan membawa sedikit pengharapan untuk bisa mendapatkan beasiswa setelah nanti saya berada di Jepang.
Kesempatan kuliah di Jepang
Singkat cerita, pada tahun 2016 saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program Research Student di Kokushikan University selama satu tahun.
Ketika itu, saya pergi dengan membawa uang kurang lebih 25 juta rupiah. Itupun hasil dari pinjaman sana-sini: sanak saudara, kerabat, hingga dosen ketika di S1 dulu.
Dengan jumlah uang saku tersebut, saya sangat kesulitan untuk bisa hidup di negeri orang. Karena berdasarkan informasi yang saya dapat dari beberapa senior, paling tidak kita harus membawa uang saku sebesar 60 juta rupiah sebagai modal awal hidup di Jepang.