Lihat ke Halaman Asli

Ketika Berjalan pun Kita Sudah Merasa Tidak Aman

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Isu keselamatan di tempat kerja sedang menjadi perhatian saya akhir-akhir ini. Saya memang tidak bekerja di tempat yang memiliki resiko kecelakaan kerja tinggi, saya memang “hanya” bekerja di kantor yang dimana resiko kecelakaan kerja paling umum adalah masalah kesehatan karena kurang gerak saat berada di kantor. Namun “kenyamanan” di tempat kerja saya akhir-akhir ini jadi berkurang drastis dan menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi saya bahwa seseorang bisa terluka di sini.

Pangkal kekhawatiran saya adalah proses renovasi yang sedang berlangsung secara intensif di kantor saya. Proses renovasi ini dalam rangka penyesuaian terhadap konstruksi gedung baru yang akan dilakukan akhir tahun nanti. Karena gedung baru memilik konsep yang “modern” dan “futuristik”, maka gedung-gedung lama mengalami perombakan tampilan untuk lebih sesuai dengan tampilan gedung yang baru. Perombakan tersebut paling nyata terlihat pada lobi utama.

Sebelumnya saya harus sedikit menjelaskan struktur gedung kantor saya. Saya sementara waktu ini mengabdikan diri di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, yang lebih mudah disebut dengan FEB UGM. Gedung kampus FEB UGM berbentuk seperti empat persegi panjang yang membentuk sebuah persegi mengelilingi sebuah taman di tengahnya. Bayangkanlah sebuah persegi yang “growong” di tengah dengan sisi-sisinya adalah sebuah gedung berlantai tiga. Gedung ini memiliki posisi yang sejajar dengan arah mata angin yang utama, sehingga penamaan gedungnya pun menjadi mudah: Gedung Utara, Gedung Timur, Gedung Selatan, dan Gedung Barat. Lobi utama yang merupakan pintu masuk utama terletak di Gedung Timur. Walaupun berbentuk persegi, keempat gedung yang membentuk sebuah bangunan persegi ini tidak sepenuhnya tersambung. Gedung Timur dan Gedung Selatan benar-benar terpisah, sedangkan antara Gedung Selatan dengan Gedung Barat, Gedung Barat dengan Gedung Utara, dan antara Gedung Utara dengan Gedung Timur tersambung dari lantai satu hingga lantai tiga. Ada sebuah pengecualian di sambungan antara Gedung Utara dengan Gedung Timur lantai dua. Di area sambungan tersebut dibangun sebuah ruang rapat fakultas sehingga daerah tersebut otomatis “mati”, tidak bisa dilewati setiap saat.

Kantor saya terletak di lantai dua Gedung Timur. Untuk mencapai kantor saya ada dua akses yang bisa saya gunakan. Pertama melalui lobi utama, yang dimana kemudian saya naik ke lantai dua menggunakan tangga utama. Kedua adalah melalui tangga selatan Gedung Timur, sebuah tangga yang agak tersembunyi namun menjadi akses favorit karyawan-karyawan di sini karena struktur tangganya tidak sebesar tangga di lobi utama sehingga otomatis tidak begitu capek jika melewati tangga ini.

Proses renovasi lobi utama adalah dengan mengganti lantai dan kemudian memasang kaca di sekitar lobi utama. Kaca tersebut akan menutup lobi utama yang selama ini terbuka sehingga kesan yang didapat di kemudian hari mengenai lobi utama adalah benar-benar seperti memasuki lobi perkantoran “pada umumnya”, yang sudah berpendingin udara dan disambut oleh meja resepsionis lengkap dengan para resepsionisnya yang memanjakan mata. Akibatnya kini di lobi utama lantainya dicopot semua, dan ada skafolding yang terpasang di mana-mana untuk para pembangun memasang kaca. Proses memasang kaca pada lobi utama ternyata merupakan pekerjaan yang rumit karena tidak hanya sekedar memasang saja. Para pembangun harus membongkar beberapa bagian gedung sehingga bisa membuat dudukan kaca yang diinginkan.

Yang membuat saya kemudian senewen adalah proses renovasi tersebut kemudian seperti tidak mengindahkan keselamatan para warga kampus lainnya. Lobi utama yang sedang dibangun benar-benar dibiarkan terbuka dengan skafolding yang dipasang di mana-mana, bahan material setiap saat bisa jatuh dari atas ketika para pembangun sedang membongkar beberapa bagian gedung, dan lantainya tentu saja tidak nyaman untuk dilewati karena sudah telanjang mencapai semenan. Padahal lobi utama dan tangga utamanya masih sering dilewati oleh banyak orang karena merupakan pintu utama dan akses utama untuk mencapai kantor-kantor yang berada di lantai dua dan lantai tiga.

Saya sendiri masih bersyukur karena masih menggunakan tangga selatan sebagai akses sehari-hari saya, sehingga saya tidak perlu khawatir tertimpa material. Tapi beberapa hari ini akses melewati tangga selatan juga terganggu karena lantai sekitar tangga selatan pun juga ikut diganti. Bahkan sudah dimulai pemasangan lantai barunya, yang puncaknya membuat akses ke tangga selatan ditutup pada hari Jumat lalu. Yak bagus! Lobi utama berantakan seperti itu, tangga selatan pun ditutup. Satu-satunya cara untuk ke kantor hanya dengan melewati tangga utama, sambil berdoa tidak kejatuhan material saat melewatinya. Padahal dengan kondisi hamil tua seperti ini saya tidak bisa melewati tangga dengan cepat, sehingga saya sungguh paranoia ketika melewati tangga tersebut. Huxz...

Saya benar-benar senewen karena para pembangun ini sepertinya sangat tidak peduli dengan kenyamanan para penghuni kampus. Saya jadi membandingkan dengan proses renovasi-renovasi di tempat umum lainnya. Seperti contoh proses renovasi di mall. Jika ada sebuah daerah yang akan direnovasi, maka daerah tersebut akan ditutup sepenuhnya, biasanya menggunakan terpal atau hasil print-printan yang menyatakan bahwa sedang ada renovasi. Penutupan tempat itu mempunyai tujuan supaya orang lain tidak terganggu akibat proses renovasi. Dengan ditutup, material-material hasil proses renovasi tidak akan tercecer ke luar daerah renovasi sehingga tidak mengganggu dan membahayakan orang lain. Selain itu dengan ditutup akan mengurangi “polusi” mata karena kita tahu bahwa proses renovasi adalah proses yang sebenarnya sangat tidak indah untuk dilihat. Saya menyayangkan mengapa proses renovasi lobi utama tidak “disembunyikan” seperti itu. Padahal beberapa tahun yang lalu ketika kantor Dekanat direnovasi, proses renovasinya juga “disembunyikan” di balik terpal. Sehingga tidak ada material yang tercecer di luar daerah renovasi, dan penghuni kampus lainnya tetap nyaman beraktivitas melewati daerah yang direnovasi tersebut.

Kemudian yang saya sayangkan lagi adalah kampus ini adalah tempat yang umum, tempat belajar. Dan renovasi adalah perkerjaan yang sungguh sangat berisik. Ada suara bor, suara pemotong lantai, suara pembongkaran gedung, hingga suara para pembangun yang berteriak kepada sesamanya saat bekerja. Saya sendiri merasa terganggu dengan kebisingan tersebut, bagaimana dengan para dosen yang sedang mengajar maupun para mahasiswa yang sedang mengikuti kuliah? Saya bertanya-tanya dalam hati mengapa proses renovasi ini tidak dilakukan di malam hari saja ketika aktivitas di kampus sudah tidak sepadat di siang hari. Memang tenaga kerja untuk melakukan pembangunan di malam hari lebih mahal daripada tenaga kerja untuk siang hari, namun saya rasa FEB UGM mampu untuk membayarnya. Nyatanya pada saat renovasi kantor Dekanat dulu pembangunannya selalu dilakukan saat malam hari sehingga tidak mengganggu kegiatan perkantoran dan perkuliahan di siang hari. Mengapa sekarang tidak melakukan hal yang sama? Entahlah...

Semoga proses renovasi ini segera berakhir dan kehidupan di sini segera kembali normal...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline