Sebuah video di tweet akun @bayuajisasmith sempat viral hari ini. Di video itu, terlihat seorang anak yang dibonceng sepeda motor. Anak yang dibonceng oleh ayahnya itu membawa bendera Arema kebanggaannya di tengah-tengah jalan yang basah usai hujan.
Sebuah video yang begitu manis. Semanis hubungan romantis ayah anak yang berangkat ke stadion untuk mendukung langsung aksi klub kesayangannya.
Namun sayangnya, video itu viral di tengah-tengah berita ratusan orang yang meninggal akibat tragedi usai pertandingan sepak bola antara Arema VS Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang.
Dan warga twitter yang melihat video itu jadi berharap, ayah anak ini kini kondisinya baik-baik saja. Banyak yang cemas saat melihat berita yang beredar, tak sedikit penonton yang bahkan tak ikut kerusuhan tapi malah menjadi korban. Konon katanya kebanyakan korban adalah mereka yang berada di tribun, yang ditembaki gas air mata, lalu panik mencari jalan keluar, dan mengalami sesak napas.
Dari sekian orang yang tahu berita tragedi ini, rupanya ada juga mereka yang malah mengolok-olok mereka yang menyukai bola, menertawakan kekonyolan menjadi suporter sampai langsung datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan, serta ada juga yang menyalahkan orang tua yang membawa anaknya untuk menonton langsung ke laga sepak bola.
Sampai-sampai ada yang berujar, setelah kejadian ini, mereka yakin, akan ada ibu-ibu yang seumur hidup jadi membenci bola karena mereka jadi kehilangan anak, suami, atau keluarganya yang lain.
Membaca semua itu, saya jadi berpikir, apa salahnya menjadi suporter bola? Apa salahnya datang langsung menyaksikan pertandingan di stadion? Apa salahnya mengajak keluarga yang sama-sama mencintai sepak bola untuk ikut nonton langsung?
Dan bahkan saya terpikir, di mana empatinya untuk menjaga komentar di tengah-tengah duka tragedi sepak bola yang banyak merenggut nyawa ini? Apa iya pantas menyalahkan mereka yang bahkan tidak ikut ricuh sama sekali usai pertandingan?
Lepas dari itu, sebagai wanita yang menyukai tontonan sepak bola juga seorang ibu, tentunya saya pun belajar dari kejadian ini. Dan hal pertama yang perlu saya lakukan adalah berempati. Mereka yang berangkat bersama anak-anak, tentunya tidak akan menduga kejadian seperti ini terjadi. Meskipun ini adalah laga derby yang konon berpotensi ricuh, namun saya di posisi orang tua yang percaya, tim keamanan pasti akan menjaga kami.
Meski memang tidak bisa diduga jika akhirnya ternyata justru di laga semalam, polisi malah menembakkan gas air mata yang itu sudah dilarang oleh FIFA. Apalagi ada saksi yang melihat jika gas air mata sempat ditembakkan ke salah satu tribun. Jangankan ditembakkan langsung, diarahkan ke lapangan pun tetap akan terkena angin yang berefek tidak nyaman bagi mereka yang sedang tenang duduk di bangku tribun.