Saat ini, fenomena wanita berkarir bisa jadi dianggap sebagai tren atau mungkin kebutuhan aktualisasi diri. Tapi tidak dapat dipungkiri, wanita pun sesungguhnya juga memiliki dorongan untuk mewujudkan pernikahan dan bahkan memiliki keluarga.
Namun sayangnya, keinginan untuk menikah sekaligus berkarir sering kurang dapat berjalan beriringan. Sebenarnya jika ditanyakan apakah ada hambatan seorang wanita berkarir atau berumahtangga maka jawabannya tergantung tujuan hidup orang tersebut.
Berkarir dan berumah tangga adalah contoh sebuah pilihan hidup. Bila seorang wanita memutuskan untuk terus berkonsentrasi dalam berkarir maka resikonya ia akan terlambat dalam berumah tangga. Dan sebaliknya jika ia memutuskan untuk berumah tangga, pada beberapa karir tertentu, wanita tersebut harus mengorbankan karirnya.
Namun bukan berarti karirnya harus mati kok. Seseorang dapat mengubah jalan hidupnya dan meniti karir yang lain dengan berusaha dan menggali potensi lain yang ada dalam dirinya.
Konsentrasi Harus Terbagi-bagi
Ada mitos yang berkembang, bahwasanya wanita yang telah menikah biasanya memiliki penurunan kecerdasan dan kemampuannya dalam bekerja. Dari mitos inilah tidak jarang, banyak perusahaan yang enggan mempekerjakan wanita yang telah menikah atau menaikkan karirnya.
Selain itu, wanita yang telah menkah pada kenyataannya memang sering tampil kurang cemerlang bahkan menurun jika dibandingkan masa karirnya dahulu sebelum menikah. Jadi, benarkan fakta tersebut?
Menurut seorang HRD yang pernah saya ajak diskusi perihal ini, menurutnya penurunan kecerdasan pada seorang wanita tidak ada hubungannya dengan apakah ia telah menikah, faktor usia, keturunan, kesehatan fisik dan psikis yang dihubungkan dengan faktor kecerdasan.
Mungkin pada sebagian wanita menikah seolah-olah berkesan jadi berkurang kecerdasannya. Padahal sebenarnya mungkin karena kurangnya konsentrasi ia saja dalam bekerja. Banyak yang harus dipikirkan oleh wanita karir yang telah menikah sehingga konsentrasinya menjadi terbagi-bagi.