Lihat ke Halaman Asli

Ika Maya Susanti

TERVERIFIKASI

Penulis lepas dan pemilik blog https://www.blogimsusanti.com

Sebotol Krim Pemutih

Diperbarui: 5 Februari 2022   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Canva

"Botol itu..."

Mataku terpana dan lalu mengerjap karena tak percaya. Pikiranku langsung meloncat ke tayangan televisi yang akhir-akhir ini aku lihat. Semuanya berawal dari benda itu, benda ajaib penuh gambar bergerak yang disebut televisi. Kehadirannya baru beberapa minggu di rumahku. Sejak para warga berupaya untuk mengadakan pembangkit listrik tenaga diesel selepas senja, keluargaku menjadi satu dari sekian orang yang mencoba menghadirkan sekotak televisi di rumah kami.

Tayangan berulang disebut iklan itulah yang selalu aku suka. Ada seorang wanita cantik, dengan bintik dan noda di wajahnya, yang sering ketakutan terkena sinar matahari. Meski awalnya ketika aku terpana pada pesonanya saat membandingkan dengan wajahku, aku cukup keheranan karena sebetulnya bintik dan noda menyamar miliknya itu sungguhlah tak ada artinya.

Tapi wanita itu ingin tampil lebih cantik. Dengan kulit putih nan licin yang mungkin seperti ubin putih di rumah Mak Itam, di Pulau Ngenang sana. Dan botol itu... sama seperti yang kulihat sekarang! Isinya berupa cairan agak merah namun berwarna lembut. Mirip serupa dengan warna dari botol wadahnya sendiri. Dan lagi-lagi dari iklan itu, aku ingat, bagaimana wanita cantik yang kulitnya sudah lebih putih dari kulitku itu memoleskan krim ajaib di kulit wajahnya. Hanya beberapa hari, wajahnya yang makin menawan lalu bisa memesona seorang pria tampan yang sudah lama ia puja dalam diam kekaguman.

Nyawa pikiranku merasuk kembali ke bulatan di pangkal leherku. Kuamati lagi wanita yang masih dengan santainya mengusap krim itu di wajahnya. Umurnya mungkin tidak berbeda jauh denganku yang telah beranjak jauh dari angka dua puluhan. Tapi ia masih menawan dan lebih terlihat muda! Sama dengan wanita cantik yang kulihat di televisi. Pasti... pasti karenalah krim itu penyebabnya! Namun sekilas pikiranku berjalan, ia cantik karena masih punya banyak waktu untuk dirinya sendiri. Dan aku yang seumurnya selalu punya persediaan banyak waktu untuk suami dan anak. Tidak untuk diriku.

Ia datang dengan teman prianya untuk menjadi tamu di rumahku malam ini. Katanya, mereka pencari berita. Berpanas-panas mereka berdua menyewa pompong dari pelabuhan Punggur di Batam menuju Pulau Air Mas tempatku tinggal. Mereka bilang, kedatangannya ke pulau tempatku tinggal untuk mencari cerita kehidupan tentang kami, para suku laut yang sudah hidup di darat. Berikut fisik sebentuk kajang, perahu beratap rangkaian daun kelapa yang dulu jadi rumah berjalan kami di lautan.

Kutaksir pasti, pekerjaannya sering berada di bawah sinar matahari. Tak berbeda jauh denganku yang kerap menemani suamiku melaut. Dan mata pencahariannya itu tak membuat wajahnya legam. Sementara aku yang kerap asyik bercanda dengan matahari dan laut, mendapati wajah yang melegam karena jejak matahari yang terus menampar.

"Mak sedang tengok perempuan itu?" bisik Anis, puteri kecilku dari balik tirai, tepat tak jauh dari tempat berdiriku.

"Hush, tak usah bising! Kita tengok saje die!" sahutku masih tak merubah posisi berdiri. Anis menjejakkan kaki di lantai kayu, berebut dengan kakiku yang telah menopang tubuhku di tempat itu lebih dulu. Tirai bergoyang tak jenak. Ada tanganku dan tangan gadis cilikku yang tak kompak berpegangan pada tirai.

"Mana Bapak?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline