Lihat ke Halaman Asli

Kota Kita

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1423144918263749522

[caption id="attachment_395159" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi. (Kompas.com)"][/caption]

Kota di mana manusia lahir dan dibesarkan oleh mesin. langit hanyalah ruang kosong yang ditinggalkan begitu saja selepas pergumulan antara dua gelandangan. kaki-kaki berjalan dan tak pernah yakin benar-benar menginjak tanah. tubuh-tubuh berkumpul tanpa tahu harus melakukan suatu apapun. kesadaran telah habis diperah sejak matahari terbit dan tenggelam.

kota di mana dinding-dinding begitu kesepian sehingga merasa perlu mencoreti dirinya sendiri. kendaraan sengaja berlama-lama di jalan raya agar bisa bertemu dan memeluk kekasihnya. sedangkan binatang-binatang pilihan dirawat di sebuah istana lalu dibiarkan merusak apa saja.

kota di mana jutaan nasib digantungkan pada sesobek kertas yang ditempelkan pada pohon harapan yang telah begitu tua dan kelelahan. setiap keinginan harus disembunyikan di balik topeng, atau jika tak tahan, kau harus benar-benar telanjang dan menari-nari agar permintaanmu dikabulkan.

kota di mana kesetiaan adalah daun-daun pisang yang telah ribuan hari dicumbui matahari. seseorang yang suaranya begitu menggetarkan hatimu hari ini bisa jadi memang malaikat, atau hanya iblis yang belum memutuskan untuk durhaka.

kota di mana malam merasa takut ketika harus menatap dirinya sendiri. rembulan dan bintang-bintang tak dibutuhkan sama sekali. orang-orang lebih percaya pada lilin-lilin mimpi yang diobral televisi, sedangkan mereka yang tertidur tanpa mampu lebih dulu membelinya harus pandai memeluk  erat-erat kenyataan dengan cara yang paling lapang.

kota di mana kita diwajibkan undang-undang untuk mencintainya habis-habisan dan berteriak-teriak ‘merdeka’, tanpa pernah berhenti satu detik pun mencari tahu arti sebuah kemerdekaan.

kota serupa ini yang seumur hidup akan kita tinggali, dan terus bertanya-tanya apakah kita sudah bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline