Analisis Peran dan Efektivitas DPS dalam Kesesuaian Produk Pembiayaan Syariah dengan Fatwa DSN MUI (Studi Kasus BMT Lima Satu)
Ika Lailatun Nikmah (191420000413)
- Latar belakang
Sistem perbankan di Indonesia terbagi menjadi dua yakni perbankan konvensional dan perbankan syariah. Dalam menjalankan usahanya, perbankan syariah berlandaskan pada Al-qur'an dan As-sunnah. Sesuai dengan yang tertuang pada Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menegaskan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya menggunakan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Berbeda dengan perbankan konvensional yang meletakkan bunga sebagai pondasi pada setiap transaksinya, perbankan syariah mengacu pada prinsip bagi bagi hasil dan anti gharar, riba, dan maysir. Kepatuhan hukum syariat Islam atau shariah compliance dalam perbankan syariah adalah wujud karakteristik dari lembaga keuangan syariah dan menjadi bagian paling penting. Inilah yang membuat perbedaan antara bank syariah dan konvensional.
Dalam memastikan kepatuhan lembaga keuangan syariah, maka diperlukan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). Merujuk pada Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000 tentang petunjuk pelaksanaan penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada lembaga keuangan syariah, bahwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang penempatannya berdasarkan persetujuan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah.
DPS dapat diangkat dan diberhentikan melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari DSN.
Secara umum, DPS memiliki dua fungsi yaitu sebagai penasihat dan meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) untuk produk keuangan syariah terbaru yang belum memiliki fatwa.
Fungsi penasihat adalah fungsi DPS untuk menasihati lembaga keuangan agar bisnis yang dijalankan tetap pada syariat Islam. Tugas, wewenang, dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank, memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank, mengkaji jasa produk baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN, menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap enam bulan sekali kepada direksi, komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.
Baitul Mal Wa Tamwil atau BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang fokusnya pada pembiayaan mikro dan memiliki keunggulan lebih dekat dengan masyarakat (knks.go.id :2019). Perkembangan koperasi syariah dan BMT cukup menjadi primadona dikalangan menengah kebawah. Seperti yang disampaikan oleh ketua Umum Perhimpunan BMT Indonesia, Mursida Rambe tercatat sebanyak 324 BMT telah tergabung dalam perhimpunan BMT Indonesia dengan jumlah anggota 3 juta orang dan memiliki 1.315 kantor.
Tak hanya itu, asset BMT juga mencapai 12 Triliun dengan total pembiayaan 7,82 milyar (kemenkopukm : 2021). Pertumbuhan BMT tersebut turut terjadi di kota Jepara, ditandai dengan lahirnya Askowanu (Asosiasi Koperasi Warga NU). Yaitu sebuah wadah yang menaungi lebih dari 14 koperasi syariah dan BMT di Kabupaten Jepara. BMT Lima Satu merupakan salah satu BMT yang berada dibawah naungan Askowanu yang terbilang cukup sukses. Sejak berdiri pada tahun 2011 hingga 2022, BMT Lima Satu mempunyai 4 cabang yang berada di Jlan Pemuda N. 51 Jepara, Jalan Pramuka Bangsri, Jalan Bugel --Pecangaaan, dan juga Jalan Mayong-Welahan.