Lihat ke Halaman Asli

Membangkitkan Sejarah Lokal dan Sejarah Pinggiran

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membangkitkan Sejarah lokal dan Sejarah Pinggiran

Sekirannya Sejarah bukan merupakan ciptaan dan rekayasa dari kebutuhan akan sebuah penyembuhan dari traumatis kekerasan dan kolonialisme semata

Penulisan sejarah selama ini di Indonesia diwarnai berbagai konflik kepentingan dan patron kekuasaan. Sehingga khazanah Sejarah Indonesia menjadi banyak didominasi oleh sejarah kekerasan dan penaklukan, dan sebagian besar sarjana sejarah Indonesia sangatlah terpengaruh oleh berbagai penulisan gaya barat yang lebih mengupas tentang peristiwa sosial politik yang seakan belum bisa melupakan konsep “dosa awal” kekerasan dari kelahiran bangsa kita.

Sehingga banyak mekanisme intelektual yang kemudian dengan sendirinya menyingkirkan sejarah asli dan ketidaksempurnaan metodologi histeriografi lokal dan menyebabkan ketidakbutuhan manusia terhadap Sejarahnya sendiri. Konsep penulisan Sejarah yang “mengharuskan” ada tokoh dan peristiwa besar yang kemudian layak dituliskan dan konsep “potret beku” dalam menulis bingkai waktu, membuat Sejarah tidak bias dengan lues melewati semangat jaman dan waktunya. Dan akhirnya Sejarah bangsa ini menyingkirkan Sejarahnya sendiri.

Kebertuhanan Sejarah pada metodologi dan structural masa ini, membuat punahnya berbagai keragaman bangun tradisi Sejarah lokal dan sejarah pinggiran. Sejarah yang ditulis  bukan dari sudut pandang lokal, hapalan dari eksistensi pendidikan barat, membuat kita semakin yakin dengan keberadaan dan kebenaran histeriografi kolonial dan harus rela mengintegrasikan Sejarah Lokal kepada Sejarah resmi (baca penaklukan atau kekerasan ilmu pengetahuan barat terhadap pemikiran lokal).

Kebangkitan kembali atau Renaissance

Keunggulan dan kemajuan bangsa-bangsa di dunia selalu dengan proses penemuan kembali dari budaya lokal atau penulisan dan penemuan kembali alam berpikir lokalnya. Seperti halnya Renaissance di Eropa, Kokugaku di Jepang, atau tetap relevannya ajaran konfusius di pendidikan masyarakat China. Atau dengan kata lain ingatlah dan jangan lupakan Sejarah bangsamu. Langkah ini memang memberi konsekuensi akan terjadinya perdebatan dari para pengusung Sejarah model Barat dan Sejarahwan lokal, tentu tidak aakan ada perubahan selama tidak ada teori tentang perubahan itu sendiri. Bagaimana bangsa-bangsa lain bangkit dari keterpurukan jamannya entah karena pernyataan nakal dari kolonialisasi atau dari zaman kegelapannya.

Dan beranikah kita menggugat Sejarah yang tidak berpihak pada identitas bangsa ini, bagaimanapun Sejarah adalah masa dan waktu (kronos) dan bagaimana ia akan menikah dengan ilmu pengetahuan (kristos) dan melahirkan sebuah kebangkitan dan penyelamatan, tidak semata kebenaran yang harus berjodoh atau cocok dengan kepentingan atau hegemoni yang entah dari mana datangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline