Menikah adalah salah satu momok yang mulai menghantui kaum hawa saat usianya mendekati atau melebihi seperempat abad. Tuntutan keluarga serta lingkungan tak jarang menyebabkan banyak wanita memutuskan menikah dengan tergesa-gesa. Alih-alih menghindari sebutan perawan tua, justru menjadikan mereka janda muda. Kawin cerai bukanlah sesuatu yang asing lagi pada masyarakat kita. Hal itu bisa kita hindari jika kita memiliki bekal yang cukup sebelum menuju jenjang pernikahan serta mengenal siapa calon pasangan hidup kita sebenarnya. Mengenal calon pasangan hidup tidak harus ditempuh dengan jalan pacaran. Lamanya masa pacaran tidak menjamin kehidupan rumah tangga kita kelak akan bahagia, langgeng, dan harmonis karena antara suami-istri sudah saling mengenal. Melalui pacaran, kita tidak bisa mengenali pasangan dengan sebenarnya, karena masih banyak hal yang sifatnya negatif tidak diperlihatkan atau mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Hal itu dilakukan bukan tanpa tujuan. Mereka menjaga image mereka supaya memberikan kesan positif kepada pasangan sehingga bisa memikat hatinya. Tak sedikit dari mereka yang setelah menikah seperti baru mengenali pasangannya walaupun sudah melewati masa pacaran, karena ternyata sifat pasangan berbeda 180º dibandingkan pada saat masih pacaran. Pacaran bukanlah cara yang bijak untuk mengenali calon pasangan hidup kita. Kita bisa mencari informasi kepada teman-teman sekolah atau kuliahnya dulu, teman-teman kerjanya atau orang-orang di lingkungan sekitarnya. Dengan cara itu kita bisa mengetahui siapa dia yang sebenarnya. Jangan langsung memutuskan untuk menikah ketika kita sudah merasa cocok atau mencintai seseorang sebelum meminta pendapat orang lain. Orang yang sedang dilanda cinta tidak bisa berpikir logis dan objektif, apapun yang ada pada orang yang dicintainya akan terlihat baik dan indah walaupun sebenarnya ia tahu ada sisi negatif yang melampaui batas kewajaran, cinta telah mengubahnya menjadi pemakluman. Mintalah pendapat keluarga terutama orang tua atau teman yang bisa memberikan pendapat yang logis dan objektif, karena setelah menikah orang tersebut akan menjadi partner hidup kita seumur hidup. Menikah tidak bisa diumpamakan seperti orang yang akan pergi ke mall. Orang yang pergi ke mall hanya untuk bersenang-senang, dan bekal mereka hanya sebuah tas kecil atau dompet. Orang menikah ibarat orang yang akan mendaki gunung. Tas yang mereka bawa sangatlah besar karena berisi perbekalan yang mereka butuhkan selama mendaki gunung. Saat menuju puncak, bukanlah jalan mulus yang mereka tempuh, tapi jalan terjal dan penuh dengan rintangan. Dibutuhkan fisik dan mental yang kuat agar kita bisa mencapai puncak. Begitu juga dengan menikah, dibutuhkan kesiapan mental untuk menghadapi segala masalah rumah tangga agar tetap kuat dan bisa bertahan. Bekal berupa keterampilan, sikap dan pengetahuan juga diperlukan agar bisa menyelesaikan masalah dalam rumah tangga dengan baik. Menikah dan membangun rumah tangga yang bahagia dan harmonis tidaklah semudah yang dibayangkan. Saat kita memasuki gerbang rumah tangga, hanya ada satu pilihan yang harus kita pilih antara ego dan kebahagiaan. Jika kita mempertahankan ego, maka kita tidak akan memperoleh kebahagiaan dalam rumah tangga. Sebaliknya, saat kita menanggalkan ego demi kepentingan bersama, maka kebahagiaan dalam rumah tangga akan kita raih. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta. Begitu juga dengan pasangan kita, kita harus ikhlas menerima segala kelebihan dan kekurangannya. Antara suami istri harus saling menghormati, menghargai, dan mendukung untuk menuju pribadi yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H