Lihat ke Halaman Asli

Berpikir Kritis, Curriculum Changing

Diperbarui: 5 Oktober 2015   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi ini, di salah satu mata kuliah "Material Development" yang membahas masalah adoption/adaptian materials. Sebagai pembukaan, dosen memberikan beberapa point yang harus dikritisi terhadap perubahan kurikulum. Apalagi kami, para mahasiswanya, adalah guru di masa depan, walaupun mungkin ada yang berbeda. namun kita tidak akan membahas masalah itu. Sebagai guru nantinya kita akan dihadapi dengan polemik perubahan kurikulum, dan bagaimanapun kesulitan ataupun bentuk kurikulum kita diwajibkan untuk melaksanakannya. Masalahnya adalah apakah setiap guru sudah benar-benar mengerti tentang perubahan kurikulum dan mampu untuk mengaplikasikannya di kelas? 

Seperti yang kita tahu indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah ratusan ribu sekolah, sehingga memerlukan jutaan guru untuk mengajar disekolah tersebut. Sedangkan perubahan kurikulum terjadi di setiap perubahan menteri atau pemerintahan indonesia. padahal untuk mensosialisasikan kepada semua guru di indonesia memerlukan waktu yang tidak singkat. sehingga masih banyak guru, khususnya di daerah yang sulit terjangkau akan mendapatkan kesulitan dalam mengaplikasikan kurikum tersebut. Permasalahan selanjutnya adalah apakah kurikulum yang begitu cepat mengalami perubahan tersebut sudah di evalusi sebelum disyahkan?

Salah satu syarat untuk membuat kurikulum adalah evaluasi dan revisi, hal ini harus disesuaikan dengan kondisi sekolah Indonesia yang masih dalam ketimpangan (Perbedaan antara pelosok dan kota). Dan kurikulum juga dituntut untuk koheren serta relevan sehingga dapat menyukseskan tujuan pembuatannya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun sayangnya, kurikulum indonesia sepertinya belum melewati seleksi yang ketat sebelum diterjunkan ke masyarakat, bahkan perubahan yang terlalu cepat malah membuat pendidik dan siswa menjadi kebingungan untuk mengaplikasikannya. 

Hal ini tentu saja bisa dihindari, apabila kurikulum indonesia memiliki waktu perubahan yang lebih panjang. Akan lebih baik jika pemerintah lebih menekankan kepada evaluasi dan revisi kurikulum, sebelum menerapkannya ke masyarakat. Sesudah itu sosialisasi terhadap guru dan meningkatkan buku panduan belajar lebih ditingkatkan agar pendidik dapat mengajar tanpa kendala (Kekurangan dan keterbatasan buku). sekali lagi kesenjangan antara daerah pelosok dan kota memang menjadi momok masalah pendidikan yang masih belum bisa dipecahkan. Perubahan kurikulum mungkin bukan menjadi masalah bagi pendidik dan siswa di kota yang mendapatkan akses lebih mudah dan terjangkau, tapi hal ini akan berbeda jika diterapkan dipelosok daerah. Oleh sebab itu pemerintah harus lebih fleksibel lagi dalam menyikapi masalah pergantian kurikulum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline