Lihat ke Halaman Asli

NASIB MEREKA YANG TERPINGGIRKAN...!! (Bag. I)

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Hatiku sedih bercampur bingung, kecewa, semua jadi satu saat untuk kedua kalinya kembali bertemu dan bersama masyarakat melakukan Musyawarah Penggalian Gagasan, demi membantu mereka memujudkan desa mereka yang indah dan hidup mereka yang lebih baik.

Saat semua warga telah siap untuk musyawarah, ada satu hal penting yang terlupakan. Ketika ingin menempelkan kertas plano di whiteboard, sama sekali tidak ada selotip. Kebetulan saya juga lupa dengan selotip yang harusnya saya bawa. Saat ini bagi saya selotip adalah barang paling langka di desa ini. Hampir 1 jam waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan 1 buah selotip. Pada akhirya musyawarahdapat berjalan dengan lancer, hingga tiba pada saat tabulasi masalah di desa mereka.

Ternyata banyak sekali masalah yang disampaikan. Permasalahan yang kiranya bisa mereka dengan gotong royong menyelesaikan ternyata tidak ada inisiatif sama sekali dari masyarakat. Apalagi perlahan tapi pasti terkumpul informasi bahwa ada juga beberapa bantuan yang kiranya di salahgunakan.

Akhirnya saya tiba pada kesimpulan bahwa semua ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk bangkit dan mau bekerja keras, berbenah diri dan meningkatkan taraf hidup mereka. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengembangkan serta melestarikan bantuan & sejenisnya yang di berikan pemerintah baik pemerintah desa maupun daerah.

TAPI Kompasianer sebenarnya hal itu terjadi bukan karena mereka. Justru kita harus kasian terhadap mereka. Coba bayangkan desa mereka terletak sangat jauh dari ibukota kabupaten yang harus di tempuh sekitar 4 jam dengan ojek motor atau mobil dengan tarif Rp. 200.000 per orang. Jangan dikira jalan yang di tempuh mulus layaknya jalan tol di kota-kota besar, tapi hanya 30 % saja jalan yang di tempuh beraspal, sisanya bahkan hanya jalan tanah yang berbatu penuh tanjakan dan turunan yang kiri kanannya jurang serta melewati hutan. Bagaimana mereka bisa menerima informasi atau menambah pengetahuan mereka, bagaimana pikiran mereka bisa menjadi lebih terbuka dengan kondisi seperti itu. Untuk itulah wajar kalo kemudian mereka menjadi orang-orang yang cenderung apatis dan masa bodoh. Yang mereka pikirkan bagaimana bekerja keras untuk makan mereka sehari-hari dan biaya anak-anak mereka sekolah. Tidak terlalu dipikirkan pentingnya hidup sehat dan lingkungan yang sehat. Mungkin bukan karena tidak mau hanya saja mereka tidak tahu dan hanya sedikit yang mau memberi tahu.

BERSAMBUNG ...................




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline