Bagi pemeluk agama Budha, perayaan waisak lazim disebut trisuci waisak. Disebut demikian karena ada tiga pejaka di dalam perayaan ini. Kelahiran Sang Budha Sidharta Gautama, pencapaian penerangan sempurna oleh sang Buddha dan kematian sang Budha atau parinibbana.
Yang paling memesona saya adalah soal pencapaian penerangan sempurna. Sementara dua lainnya adalah hal yang lumrah dalam hidup. Jika Anda pernah terlahir, maka suatu masa kematian akan datang menjemput, begitulah rumusnya.
Tapi tidak demikian dengan pencapaian penerangan sempurna, tidak semua orang dapat meraih itu. Sang Budha meraihnya dalam perjuangan panjang dan berat. Sang Budha harus menyaksikan 4 peristiwa; kelahiran, tua, sakit dan kematian untuk sampai pada penerangan sempurna tersebut.
Sang Budha dapat mencapai hal tersebut setelah berhasil mengatasi dan menundukkan hawa nafsunya.
Sampai di sini, ajaran penerangan sempurna terasa beririsan begitu kuat dengan salah satu hikmah umat Islam berpuasa pada bulan Ramadhan, yaitu sebagai satu usaha mengendalikan hawa nafsu.
Jika Sang Budha melihat pencapaian tertinggi dari spritualitas seorang buddhis adalah pengendalian nafsu, maka jihad teragung dalam Islam seperti pesan Rasulullah tak lain juga adalah mengatasi hawa nafsu.
Untuk mengatasi hawa nafsu dibutuhkan kesabaran. Itulah mengapa kesabaran menjadi nilai yang ultim baik bagi agama Budha maupun Islam.
Dalam syair Sang Budha dikatakan : "Kesabaran adalah laku tapa yang paling kudus. Nibbana adalah yang teragung", begitulah sabda Para Buddha. Dia yang masih menyakiti orang lain sejatinya bukanlah seorang pertapa (samana)."
"Selamat merayakan trisuci waisak 2562 saudaraku umat Budha. Kita semua sama berjuang meraih penerangan sempurna pada masing-masing ruang spiritual kita"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H