Lihat ke Halaman Asli

Iis WKartadinata

guru dan pencinta buku

Cerpen: Kampung Para Pencuri

Diperbarui: 23 April 2022   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perkampungan pencuri. Sumber: Kompas.com

Kampung Para pencuri

Cerpen Iis W. Kartadinata

Awalnya Legok Badog adalah kampung yang ramai. Penduduknya hidup normal. Tanpa helaan nafas lelah dari manusianya. Ada adat saling memberi. Juga saling memahami kebutuhan satu sama lain. Setiap orang di kampung Legok Badog bebas menikmati apa pun yang bisa dinikmati. 

Miliknya sendiri maupun milik orang lain. Jika seseorang kehabisan makanan, pakaian, bahkan keperluan lain yang lebih mewah, dia bisa mengambil dari orang lain dengan diam-diam.  Pemilik sah dari harta yang diambil pun tidak bisa berbuat apa-apa. 

Karena dia sadar kekayaannya pun tidak murni miliknya. Dalam arti bukan murni hasil jerih payahnya. Jadi semua penduduk bisa memenuhi kebutuhannya, sepanjang dia bisa melakukannya.

Tapi kali ini berbeda. Kampung itu mulai sepi. Kabarnya hampir sepertiga dari mereka eksodus ke kampung lain yang jaraknya kira-kira empat puluh kilometer dari Legok Badog. Kampung baru itu bernama penjara. Eksodus itu terjadi karena kegiatan pencurian yang dilakukan oleh mereka sudah mencolok sehingga tercium aparat kepolisian. 

Meskipun mereka membela diri dengan alasan pencurian itu dilakukan secara suka sama suka. Hukum harus berjalan. Sehingga mereka dipenjara tanpa proses peradilan. Keberangkatan mereka ke penjara mirip dengan kegiatan pariwisata karena dilakukan dengan iring-iringan bus ber-ac.

Ada hal yang ganjil. Jika orang-orang kampung semua eksodus ke penjara, salah satu tahanan dengan kasus yang sama malah sudah diperbolehkan pulang. Laki-laki itu bernama Sarkawi. Pemuda desa yang ketahuan mencuri. Satu tahun Sarkawi dipenjara. 

Waktu itu Sarkawi mencoba mencuri uang di balik meja teller bank. Hanya dengan modal sebilah golok dia mengancam gadis muda untuk menyerahkan uang. Sayang, Sarkawi memiliki darah muda yang bergolak lebih ke hal yang mengarah kenormalan yang lain. 

Uang menjadi nomor dua dibandingkan dengan mata gadis itu. Gadis manis itu membuat Sarkawi hanya tertegun dengan bibir mencungap.  Kelemahan Sarkawi dimanfaatkan petugas satpam untuk menelepon polisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline