Lihat ke Halaman Asli

Iis Daniar

Iis Nia Daniar

Keterbatasan Diri Sebuah Perspektif

Diperbarui: 9 Januari 2018   16:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

A.  Penyakit Psikologis

    Keterbatasan diri sering dijadikan alasan seseorang untuk tidak berkarya dan tidak berprestasi. Tindakan tersebut kurang bijaksana. Mengapa? Karena merasa diri mempunyai keterbatasan itulah yang menjadikan seseorang tidak mampu menggali bakat dan potensinya bahkan dia tidak mampu untuk menafkahi dirinya sendiri. Jika sudah demikian, dia hanya akan menjadi "benalu" bagi dunia ini.

    Keterbatasan diri adalah penyakit psikologis sebenarnya jika keberadaannya terlalu berlebih. Hal ini akan berdampak negatif bukan saja bagi dirinya sendiri, melainkan juga bagi orang lain yang berada dekat dengannya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa seseorang yang merasa memiliki keterbatasan yang berlebih akan menjadi "benalu", dalam artian dia akan menjadi beban bagi orang lain yang berada. Beban itu harusnya ditanggung oleh dirinya sendiri bukan dilempar pada orang lain. Bukankah ketika manusia itu diciptakan segalanya sudah dijamin oleh Sang Pencipta? Dia hanya menginginkan usaha kita sebagai manusia.

Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yang bergerak di atas bumi yang tidak dijamin oleh Allah rijekinya. (Alquran, surat Hud ayat 6)

: :   : .  

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, "Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah ('alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari.

 Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. 

Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga." (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)

B. Stimulus

    Sebenarnya manusia dapat mengusahakan hal-hal yang sudah dijaminkan-Nya, seperti yang tertulis pada ayat dan hadist di atas. Keterbatasan hanyalah perspektif manusianya sendiri. Di sinilah diperlukan usaha untuk membangkitkan rasa percaya diri. Kepercayaan diri bisa distimulus dari lingkungan, misalnya dari motivasi yang diberikan individu lain.

    Motivasi untuk menyamarkan keterbatasan dari individu lain seperti dukungan untuk melalukan pekerjaan yang bersifat fisik dan nonfisik. Pekerjaan fisik bisa berupa makan, minum,  mencuci, menyetrika, dan kegiatan sehari- hari lainnya. Biarkan seseorang yang menurut kasat mata kita mempunyai keterbatasan fisik atau mental melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan sebagai manusia normal, tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki oleh orang tersebut. Perlu diingat mulailah dari pekerjaan yang sederhana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline