Lihat ke Halaman Asli

Iis Istianah

maih dalam tahapan belajar

Akad Muzaraah dalam Bagi Hasil Pengelolaan Tanah

Diperbarui: 7 Juni 2021   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara Indonesia pernah mendapatkan julukan sebagai negara agraris, dikarenakan penduduknya sebagian besar bekerja sebagai petani. Petani di indonesia tidak semuanya menggarap lahannya sendiri karena mereka tidak memiliki tanah atau lahan yang akan di garapnya. Melainkan mereka yang menggarap tanah orang lain, sehingga munculah istilah pemilik lahan dan penggarap lahan.

Setelah adanya penggarapan lahan maka terjadilah bagi hasil pengelolaan tanah yang dibagi menjadi 3 macam akad yaitu akad ijarah atau sewa menyewa, akad muzaraah dan mukhabarah, dan yang ketiga akad musaqah.

Akad secara konseptual atau dalam istilah syariah, di-sebutkan bahwa akad adalah hubungan atau keterkaitan atara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh Syariah dan memiliki implikasi hukum tertentu. Atau dalam pengertian lain, akad merupakan keterkaitan atara keinginan kedua belah pihak yang dibenarkan oleh syariah dan menimbulkan implikasi hukum tertentu.27sehingga akad ini sangat penting untuk dilakukan di dalam perjanjian antara kedua belah pihak yang bersangkutan, jika tidak ada akad maka tidak sah perjanjian atau persekutuan yang dilakukannya. Karena akad juga termasuk ke dalam syarat muamalah.

Menurut bahasa, Al-Muzara'ah yang berarti Tharh Alzur'ah (melemparkan tanaman), muzara'ah memilki dua arti yang pertama almuzara'ah yang berarti tharh al-zur'ah (melemparkan tanaman) maksuudnya adalah modal (albudzar). Makna yang pertama adalah makna majaz, makna yang kedua adalah al-inbat makna hakiki makna kedua ini berarti menumbukan.

Muzara'ah adalah akad transaksi kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian dan bibit kepada si penggarap untuk menanami dan memelihara dengan imbalan pembagian tertentu (persentase) misal 50%:50% atau 60%:40% dari hasil panen sesuai dengan kesepakatan.

Menurut kaum syafiiyah muzaraah di definisikan sebagai

Yang artinya Muzaraah adalah akad atas suatu tanaman berdasarkan hasil panenan" (al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dr al-Fikr, tt., juz 5, hal. 613). 

muzaraah sering dikaitkan dengan mukhabarah. Bahkan ada yang menyebutnya sama saja. Memang perbedaan dari keduanya hampir mirip. Perbedaannya hanya terletak pada sumber asal benih saja. Jika muzaraah benihnya berasal dari pemilik tanah, maka mukhabarah sumber benihnya berasal dari pengelola tanah. Karena bedanya terletak hanya pada sumber benihnya saja maka banyak orang yang mengatakan bahwa keduanya sama saja.  

Syarat syarat muzaraah Menurut Abu Yusuf dan Muhammad ,Abu Yusuf dan Muhammad, berpendapat bahwa Muzara'ah memiliki beberapa syarat yang berkaitan dengan aqid, tanaman,tanah yang ditanami,sesuatu yang keluar dari tanah,tempat akad,alat bercocok tanam, dan waktu bercocok tanam.

  1.  Syarat Aqid : Mumayyiz & Bukan orang yang murtad
  2. Syarat Tanaman :Diserahkan kepada pekerja
  3.  Syarat dengan Garapan : Memungkinkan untuk digarap, Jelas, Ada penyerahan tanah
  4. Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan : Jelas ketika akad, Diharuskan atas kerjasama dua orang yang akad, Ditetapkan ukuran diantara keduanya,seperti sepertiga,setengah,dll
  5. Hasil tanaman harus menyeluruh diantar dua orang yang akan melangsungkan akad.
  6. Tujuan Akad Untuk memanfaatkan pekerja atau memanfaatkan tanah.
  7. Syarat alat bercocok tanam, Dibolehkan alat tradisoanl ataupun modern dengan konsekuensi atas akad.
  8. Syarat Muzara'ah dalam Muzara'ah diharusikan menetapkan waktu. Jika waktu tidak ditetapkan maka dipandang tidak sah.

Berakhirnya muzaraah yaitu antara lain jika terdapat faktor:

  1. Jangka waktu yang disepakati pada waktu akad telah berakhir. Akan tetapi bila waktu habis namun belum layak panen, maka akadmuzara'ah tidak batal melainkan tetap dilanjutkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
  2. Meninggalnya salah satu dari kedua orang yang berakad. Menurut ulama Hanafiyah bila salah satu dari dua unsur tadi wafat maka akad muzaraah ini dianggap batal, baik sebelum atau sesudah dimulainya proses penanaman. Namun Syafi'iyah memandangnya tidak batal.
  3. Adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk mengakhiri dengan kerelaan.
  4. Jika pekerja melarikan diri, dalam kasus ini pemilik tanah boleh membatalkan transaksi berdasarkan pendapat yang mengkategorikannya sebagai transaksi boleh (tidak mengikat). Jika berdasarkan pendapat yang mengkategorikannya transaksi yang mengikat, seorang hakim memperkerjakan orang lain yang menggantikannya. 

jika terjadi salah satu faktor diatas yang menyebabkan berakhirnya akad muzaraah, maka berakhirlah akad tersebut. sehingga jika salah satu dari keduanya atau keduanya ingin kembali untuk melanjutkan akad muzaraah, maka harus di mulai dari awal lagi. wallahu a'lam bi al-showab. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline