Lihat ke Halaman Asli

Iip Syarip Hidayat

Teacher, Blogger, Enterprenuer, Konten Kretor dan penulis

Kurukulum Merdeka sebagai Sebuah Tantangan atau Peluang?

Diperbarui: 1 Februari 2024   22:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi 

Ketika berbicara tentang kurikulum merdeka, biasanya kebanyakan orang beranggapan bahwa pembelajaran diberikan  kebebasan se bebas- bebasnya, belajar boleh , tidak belajar pun tidak apa- apa, dalam arti pembelajaran tergantung gurunya mau seperti apa. Akan tetapi tentunya setiap kurikulum mempunyai sebuah rambu -- rambu atau aturan tertentu dan juga mempunyai struktur tertentu, bukan berarti bebas tidak belajar. Memang istilah" kurikulum Merdeka" ini sangat akrab dengan sebuah kebebasan, namun kebebasan apa yang dimaksud ?

Apakah kebebasan tidak belajar ? atau kebebasan lain ?

Saya mempunyai sebuah pemahaman dan kesimpulan bahwa kurikulum merdeka ini diartikan seorang guru memiliki kebebasan dalam mengembangkan pembelajaran di kelas. Dengan berbagai sumber, metode, strategi, pendekatan, media dan lainnya. Artinya menteri Pendidikan memberikan ruang kebebasan kepada para pendidik atau guru untuk berkerasi, berinovasi, dan melakukan perubahan perubahan pada pembelajaran di kelas, tidak terbatas oleh ruangan didalam kelas dan satu buku atau sember  referensi saja. Sehingga pembelajaran di kurikulum merdeka ini bisa lebih bervariasi, lebih menarik, menantang, juga lebih bermakna dengan pembelajaran -- pembelajaran berbasis projeck, kontekstual dan terjun langsung ke dunia nyata. Sehingga akan menghasilkan pemikiran -- pemikiran kritis siswa, daya nalar yang tinggi serta menjadikan siswa lebih kreatif.

Selama ini saya melihat bahwa memang pembelajaran di dalam kelas cenderung kaku, hanya terpaku pada satu sumber, tidak fleksibel, metode pun monoton dan kurang menantang untuk siswa, mungkin itu yang saya rasakan.  Padahal sebetulnya dari dulu saya termasuk guru yang mengajar tanpa buku teks karena terkadang tidak cocok dengan keadaan siswa saya. Walau pun sebetulnya dikurikulum K13 kita mengenal adanya istilah 5 M, di kurikulum KTSP juga dikenal dengan istilah PAIKEM, akan tetapi yang paling menonjol dan unik pada kurikukum merdeka adanya Projek P5.  Hal inilah merupakan tantangan bagaimana guru bisa menghadirkan pembelajaran yang bisa memancing kreatifitas, nalar kritis dan berfikir inovatif.

Seiring berjalannya waktu terlihat sedikit -demi sedikit perubahan pada paradigma pembelajaran di kelas dengan adanya aksi nyata- aksi nyata di flatform PMM, krean hal tersebut bisa mendorong kreatifitas guru dalam mengajar. Namun tentunya apakah semua guru bisa mengikuti tantangan tersebut ?

Dimana pembelajaran P5 yang berbasis ICT membutuhkan kemampuan- kemampuan gurunya dalam merancang pembelajaran yang bisa memunculkan berfikir siswa tingkat tinggi serta  didukung  dengan kecanggihan teknologi. Misalnya pada pembelajaran Matematika SD kelas 6 siswa diberikan sebuah tantangan untuk merancang sebuah bangun ruang dengan menggunakan aplikasi Geogebra. Nah model pembelajaran seperti ini harus mempunyai banyak daya dukung, seperti : kemampuan gurunya dalam mengoperasikan aplikasi tersebut, dukungan sarana dan alat teknologi, daya dukung orangtua dan lingkungan sekolah terutama pemimpin sekolah atau kepala sekolah. Karena untuk menghadirkan pembelajaran bertkenologi ini harus di dukung oleh semua unsur.  Bagiaman akan terlihat muncul pembelajaran- pembelajaran seperti ini jika pemimpinnya tidak pernah mensupport bahkan ICT saja tidak pernah bersentuhan ?

Itu hanya sebagai contoh kecil saja, tentunya tidak semua pelajaran membutuhkan ICT, tetapi ICT sangat mendukung dalam tantangan  pembelajaran era masa kini.

Saya optimis perubahan pada dunia Pendidikan akan terus meningkat terutama kurikulum merdeka yang penuh tantangan ini, Dimana guru tidak hanya menciptakan pembelajaran yang inovatif, tetapi juga guru dituntut oleh tagihan kewajiban lain seperti harus terus belajar lewat flatform PMM, penilaian kinerja berbasis e- kinerja dan lainnya. Jadi tantangan kedepan akan lebih berat jika guru, Kepala sekolah, pengawas,  tidak  terus belajar dan mengikuti perubahan zaman.

Akan tetapi hal tersebut diatas sebetulnya tidak menjadikan sebuah beban atau tantangan yang berat jika selama ini para pendidik terus belajar, mengikuti perubahan zaman, dan tuntutan zaman. Akan sangat berat bagi mereka yang tadinya tidak suka lari pagi dan dipaksa untuk berlari pagi dan sudah berada dalam zona nyaman selama bertahun tahun  sehingga akan beranggapan hal ini akan sangat berat.   

Mungkin perubahan akan terjadi manakala semua pemangku kepentingan ikut terlibat aktif. Contoh kecil di lingkungan sekolah, katakanlah sekarang lagi musim kurikulum merdeka, sebagai seorang pendidik harusnya mencari tahu apa sih kurikulum merdeka ? apa bedanya dengan kurikulum sebelumnya ? kemudian berdisukusi dengan rekan sejawat mencari berbagai sumber referensi, mengikuti diklat,workshop,  webinar, belajar mandiri, dan  seorang kepala sekolah mendorong dan mau belajar dan bertanya.  Tidak hanya mendorong kepada para guru sementara dia sendiri tidak pernah belajar, pemimpin pembelajaran harus terdepan.  Jadi Ketika ada tuntutan PMM, e -- kinerja, pembelajaran berbasis P-5 itu dia tahu bagaimana prosedurnya dan bisa mengikuti sehingga perubahan akan dengan sendirinya terjadi. Jadi kurikulum merdeka ini bisa menjadikan sebuah tantangan untuk para pendidik dimasa depan, juga bisa menjadikan sebuah peluang baik bagi  pendidikan di masa depan menjadi lebih baik dan akan mengalami sebuah perubahan yang signifikan. 

Demikian semoga bermanfaat.

Iip Syarip Hidayat, M.Pd

Guru penggerak Angkatan 7 Purwakarta




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline