"Perkebunan kelapa sawit yang begitu terhampar luas sepanjang perjalanan dari area Telupid sampai Tawau, semua digarap oleh orang Indonesia, seandainya orang Indonesia dipulangkan oleh pemerintah dan tak boleh lagi bekerja sebagai buruh sawit di Malaysia, maka bagaimana dengan perekonomian Malaysia? "
Sekolah Indonesia Kota Kinabalu merupakan satu-satunya sekolah luar negeri yang ada di Negeri Sabah, Malaysia. Semua Sekolah Comunity Learning Center (CLC) yang berada di Sabah baik di perkebunan sawit maupun di daerah lainya semua berpusat ke SIKK. Tak terkecuali kegiatan Ujian, mulai dari ujian tingkat SD, SMP, SMA, paket A, paket B, dan paket C semua diatur oleh SIKK.
Sehingga para guru yang bertugas di SIKK harus bekerja ekstra keras untuk menangani semua kegiatan. Dalam kegiatan ujian sekolah saja kami dibagi beberapa tim yaitu tim pembuat soal ujian sekolah, tim packing soal, tim editing soal dan tim distribusi soal.
Sebelum berangkat ke Malaysia, Sengaja saya menyempatkan untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM) Internasioal. Saya berpikir pada saat itu ketika sesekali dibutuhkan maka saya tidak perlu pulang ke Indonesia. Sehingga begitu sekolah membutuhkan yang berhubungan dengan transportasi saya terpaksa harus siap. Karena yang pertama ditujuk adalah yang mempunyai dokumen lengkap termasuk SIM. Jika ada kegiatan mendadak seperti mengantar siswa untuk pertunjukan, mengantar tim perpustakaan keliling, dan termasuk mengantar soal saya pun harus selalu siap.
Dalam kegiatan tim distribusi soal saya kebagian tugas mengantar ke daerah Tawau yang jika ditempuh dengan kecepatan rata- rata 100 km/jam adalah sampai 10 hingga 12 jam. Akan tetapi perjalanan mengantar soal ini tidak semudah yang dibayangkan karena harus berhenti di setiap setiap CLC (comunity learning center) yang berada di ladang-ladang sawit. Bukan hanya mengantar tetapi mengambil lembar jawaban ujian sebelumnya.
Pengalaman mengatar soal ke seluruh CLC merupakan pengalaman pertama saya. Sebuah pengalaman menarik bisa berkunjung ke setipa sekolah-sekolah yang berada di kebun sawit. Juga sekaligus bisa dijadikan ajang silaturrahmi dengan guru-guru yang mengajar di CLC.
Selama perjalanan mengunjungi CLC ke CLC lainya hati saya terus berpikir begitu hebat dengan perjuangan teman-teman guru yang ngajar di ladang-ladang sawit. Mereka seolah diasingkan dari sebuah peradaban. Jika kita lihat dari luar seolah tidak nampak kehidupan.
Sepanjang penglihatan dipenuhi dengan perkebunan kelapa sawit yang terhampar luas. Dari mulai area Telupid sampai Tawau yang jarak tempuhnya mencapai sepuluh jam semuanya di penuhi dengan kelapa sawit dan tidak ada pohon lain. Bisa dibayangkan betapa luasnya perkebunan sawit di Sabah ini. Ketika masuk kedalam barulah nampak ada kehidupan didalamnya seperti perkampungan di tengah hutan sawit.
Dari pengalam teman-teman yang mengajar di ladang-ladang sawit saya ikut merasakan betapa berat perjuangan mereka itu sangat hebat. Saya sendiri belum tentu bisa bertahan jika ditugaskan di hutan sawit yang begitu jauh dari perkotaan. Jika sudah berada dil ladang mereka sulit sekali untuk keluar untuk sekedar mencari makanan atau kebutuhan hidupnya.
Ada beberepa ladang sawit yang mempunyai aturan sangat ketat bahkan untuk keluar pun tidak boleh. Kalau pun keluar ladang di batasi jika lewat dari jam sekian tidak boleh masuk atau pun keluar. Kadang listrikpun mereka dibatasi di jam-jam tertentu mereka bisa menggunakan listrik. Belum lagi pengunaan akses internet pun ada yang sulit dijangkau.
Yang paling sulit adalah mendapatkan air bersih, air di area ladang sudah tidak layak untuk diminum. Paling bisa di gunakan untuk mandi dan mencuci saja. Karena sudah mengandung minyak dan zat-zat berbahaya bagi tubuh. Sehingga teman-teman guru di ladang harus membeli air minum dari kota. Dengan perjalanan melewati hutan sawit yang terkadang ditengah perjalanan bertemu hewan-hewan buas seperti babi hutan, gajah, ular dan lainya.