Aku memilih mencintaimu dalam kesepian, karena dalam kesepian tak ada yang memilikimu selain aku.
Aku memilih mengagumimu dari jauh, karena jarak akan melindungiku dari luka.
Aku memilih memelukmu dalam mimpi, karena dalam mimpiku kau tak pernah berakhir. ~Jalaludin Rumi~
Tiga bait tulisan dari Rumi diatas membahagiakanku ~meski hanya di hati~ cukup menenangkan, memberi batasan jelas apa yang saat ini dapat kulakukan terhadap kamu, kepada kisah kita.
Meski tak banyak waktu yang pernah dilalui atas nama kisah kita, tapi percayalah, kamu dan segala kenangan yang kita ciptakan berhasil mengukir satu beban yang mengingatnya dapat saja membunuhku.
Sebegitu lekat dan dalamnya arti kehadiranmu bersama ragam kisah yang kita pernah ciptakan, lalu tetiba mampu membuat seorang diriku ~juga banyak manusia lainnya diluar sana~ terpuruk.
Betapa berbahayanya perasaan atas nama cinta, atas nama harapan bersama, sehingga mengutuk hari-hari cerah dunia menjadi kelam tak terberkati cahaya.
Sebatas Pernah
Chy, dulu aku begitu api di hadapan kamu yang menjadi kayu, aku terpukau dan melemah. Dalam kuasamu aku pasrah, hendak kau beri nyala, atau menjadikanku bara, hingga sekedar temaram untuk punahkan dingin gelisah saat malam tiba.
Lalu kita menjalani kisah. Tuhan berikan kuasaNya untuk menautkan hati kita serta menggenapi perjalanan jiwa, menjadikan dua anak bumi yang terpilih melewati hari-hari nan gelombang rasa.
"Kamu tempatku pulang. Aku tempatmu sementara menyembunyikan lelah kehidupan", ucapmu pada satu titik waktu saat kita bersama.
Memandangmu meski terhalang jarak, melihat lakumu walau melalui layar sentuh, mendengar suaramu yang dibisikan melalui loudspeaker alat komunikasi, sungguhlah itu tidak cukup bagiku.