Lihat ke Halaman Asli

iin nuraeni

seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.

Takdir Cinta yang Kupilih

Diperbarui: 2 Oktober 2022   15:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ketika berbicara tentang pernikahan, Allah mengatakan bahwa pasanganmu ibarat pakaian untukmu. Sebuah pakaian bisa jadi pas atau kurang pas. Tapi bagaimanapun juga, pakaian akan menutupi, melindungi dan mempercantik ketidaksempurnaan."

Namaku Daniar, usiaku sudah beranjak dua puluh satu dan kuliahkupun hampir selesai, kegemaranku adalah membaca, menulis, dan kumpul bareng teman kampusku, dan kadang juga kumpul bareng teman SMA ku, perjalanan hidupku berjalan hampir sempurna, artinya aku memiliki keluarga yang sangat menyayangiku, Ayahku seorang pengusaha, sedangkan bunda adalah karyawan sebuah kantor perbankan ternama di daerahku, walaupun aku anak tunggal, namun ayah dan bundaku tak memanjakanku, mereka selalu berpesan agar aku menjadi anak yang mandiri, percaya diri, jujur, tangguh, dan senantiasa ada dalam koridor Islam, ayah dan bunda yang selalu memberikan nasehat sekaligus contoh bagaimana menjalani beragam problematika, aku sangat bersyukur dengan segala anugerah terindah ini.

Sejak kecil hingga aku hampir menyelesaikan kuliah, ayah dan bunda sangat memperhatikanku, sampai aku tak memiliki kesempatan untuk mengharapkan perhatian dan kasih sayang dari lelaki manapun, ayah adalah lelaki pertama yang mencintaiku tanpa syarat, dan akupun bermimpi memiliki suami yang penuh kasih dan sayang seperti ayah.

Hidup adalah sebuah perjalanan, suka dan duka akan datang silih berganti, dan kita harus memiliki jiwa yang besar dalam menghadapinya, pun denganku, ketika ayah harus kembali ke Sang Pemilik jiwa dan raga, kesedihan yang berkepannjangan dengan di tinggal oleh seseorang yang selalu memberikan motivasi dan inspirasi, seseorang yang begitu aku hormati, seseorang yang mencintaiku tanpa syarat, cinta pertamaku, dan sejak kepergian beliau, rasanya dunia ini begitu sepi. Begitupun dengan bunda, beliau sangat terpukul dengan kepergian belahan jiwa, tugasku kini adalah menemani dan menghibur bunda, dan aku bersyukur bunda memiliki kesibukan jadi bunda bisa sedikit menghilangkan kesedihan karena di tinggal ayah, dan dengan berjalannya waktu, dengan berbekal ilmu yang aku tempuh di perkuliahan aku bekerja di sebuah kantor pemerintahan di daerahku, walaupun masih bersetatus tenaga honorer, aku bersyukur Allah masih memberikanku kesempatan untuk terus berkarya.

                                                  ***

Setahun sudah aku berkerja dan selama itu pula aku mampu melaksanakan tugas-tugasku dengan baik, sampai akhirnya jabatankupun bisa merangkak dengan baik, dan di posisi inilah aku bertemu dengan Mas Royhan, teman sekantorku menganggap dia seseorang yang aneh, kaku, dan kolot.

Siang ini aku ada tugas keluar untuk survei lapangan terkait proyek perbaikan jalan, dan aku harus berkerjasama dengan Mas Royhan, sepanjang perjalanan aku tak mendengar sepatah katapun keluar dari mulutnya, dia hanya diam dan fokus ke depan, dan akupun tak ingin mengganggunya karena jalanan sedang macet, aku lihat dari kaca spion yang tergantung diatas kami, aku dapat melihat kalau dia adalah seorang pekerja keras, dan bertanggung jawab. Aku coba putar sebuah lagu kesukaanku uantuk mengurangi kekakuan diantara kami, dan selama aku memutarkan beberapa lagu, aku mendengar sebuah dendangan lagu walau perlahan sekali, ya mungkin sepontanitas saja, namun ketika dia merasa aku memperhatikanya, maka diapun berhenti dan aku melihat wajahnya yang putih memerah seolah merasa malu.

Bekerja dengannya memang sangat membosankan, tak ada percakapan apalagi gurauan, seringkali aku merasa bosan, dan aku mencoba mencairkan suasana dengan percakapan singkat...

"Pak, bapak bertempat tinggal dimana?" tanyaku penuh kehati-hatian.

"Ibu bertanya ke saya?" tanyanya, dan akupun hampir saja tertawa karena di  mobil hanya kami berdua, hemmm.

"Ya kesiapa lagi Pak" jawabku sembari menutup mulutku untuk menahan tawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline