Lihat ke Halaman Asli

iin nuraeni

seorang ibu yang menyukai anak-anak, suka menulis, dan ingin terus belajar.

Sepotong Siip lah Penegur Jiwa

Diperbarui: 23 Januari 2022   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Buat ayah yang bahagia di sana.

Salam dan doa selalu buat ayah semoga bahagia di sisi-Nya

Ayah, ini surat ke dua buat ayah setelah 2 tahun kepergian ayah, Allah mengambil ayah, karena ayah adalah hamba terpilih, sudah selesai tugas ayah sebagai ayah, pemimpin, dan suri tauladan buat kami putra-putri ayah.

Ayah...ini cerita kedua yang masih teringat jelas dalam benakku, cerita yang sarat makna, memberikanku pelajaran terbaik, bagai api yang menyentuh kulitku, terasa sangat panas hingga melepuh dan berbekas.

Ayah...aku malu pada diriku sendiri, betapa diriku jauh dari sifat sabar dan ikhlas, ketika aku menemani ayah, Allah beri ujian sakit buat ayah, ayah sangat sabar dan ikhlas.

Ayah...satu kejadian yang masih terus ada dalam benakku, bagaimana tidak ayah, waktu itu ayah menginginkan sepotong kue sip lah, rasa kasih dan sayangku mengikuti jejak kaki di tengah hujan deras dan petir membelah langit yang kelam, ku terjang hujan yang lebat, bahkan banjir aku lewati, aku ingin sekali membahagiakanmu dengan memenuhi keinginanmu, ku telusuri gang dan ku lewati deretan toko yang menjual sepotong kue sip lah, tak kutemukan. Rasa kasih yang begitu besar, tak menyurutkan langkahku, sampai aku menemukannya.

Basah kuyup tak ku hiraukan, aku kembali menemuimu dengan sekantong bukan sepotong lagi, kue sip lah, aku berharap ayah akan senang, tapi ayah menolaknya karena bukan itu maunya ayah, ayah minta sepotong, sedangkan aku membawa sekantong, keinginan membahagiakan kandas sudah, aku diam sambil kutahan airmata kecewa menetes di pipi.

Ayah....setelah kau kembali menghadap-Nya, ku lewati hari-hari tanpamu, maafkan aku ayah yang belum bisa membahagiakanmu, sepotong sip lah penegur jiwaku, dulu sewaktu aku kecil, sering aku marah karena ayah tak memberi seperti yang aku mau, aku akan marah, menangis, bahkan melempar benda yang sudah ayah dengan bersusah payah mencari untuk membahagiakanku, sering sekali ayah, tapi ketika ayah  memintaku dan aku tak bisa memenuhi apa yang ayah mau, ayah hanya menolak dengan diam.

Ayah...maafkan aku yang belum bisa membahagiakan ayah, kini hari-hariku sepi tanpa nasehat ayah, senyum ayah yang menyejukkan hati, bahkan secangkir teh di pagi haripun kini tak kutemukan.

Terima kasih sudah menjadi ayah terbaikku, dan menjadi inspirasi di sepanjang perjalanan hidupku.

Bangil, 29 Desember 2021

Diary rinduku




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline