Seminggu Bersama Bapak
Malam yang dingin menyelimuti kesedihanku yang begitu dalam, semenjak kepergian bapak ada bagian dari hatiku yang ikut pergi, tak ada lagi yang menegurku, tak ada lagi yang memeluk erat diriku, tak ada lagi yang menasehatiku, tak ada lagi yang memarahiku, aku merasa kesepian sekali.
Dulu ketika aku pulang ka rumah bapak, ada yang membuat aku kangen, kangen senyumnya, kangen pelukannya, kangen nasehatnya, kangen tegurannya, kangen genggaman tangannya, kangen semua, tapi kini semenjak bapak kembali ke haribaanNya, semuanya hilang dan tinggal kenangan.
Setiap akhir tahun, sekitar pertengahan Desember, aku dan keluarga kecilku, biasa pulang ke rumah bapak, tapi untuk tahun ini, aku hanya berdua dengan suamiku, karena anak-anakku sudah tidak bersamaku, anakku yang pertama sudah bekerja di Jakarta semenjak selesai kuliah, sedangkan putri kecilku sudah kuliah di jurusan arsitektur (seperti keinginan Bapakku) di kota Y.
Aku begitu dekat sekali dengan bapak, mungkin karena aku anak perempuan yang cenderung lebih di sayang bapak daripada ibu. Kepulanganku selalu di tunggu-tunggu, aku tidak bisa pulang sewaktu-waktu karena akupun bekerja, dan menunggu libur.
Selalu ada telpon yang menanyakan "kapan teteh pulang?".
Aku hanya bisa menjawab, "Nanti Bapak, kalau sudah sekolah libur" (aku menjawab dengan mantap untuk meyakinkan Bapak, kalau aku akan segera pulang).
"Alhamdulillah, tanggal berapa ya liburnya?" (aku denger bapak berbicara sendiri, dan ku dengar juga suara kertas yang di bolak-balik, dan aku pastikan itu kalender).
"Masih lama ya!", (suaranya agak parau).
"Teteh pasti pulang Bapak" (Dengan suara yang aku tekan, untuk meyakinkan Beliau).