Lihat ke Halaman Asli

Indri Permatasari

TERVERIFIKASI

Landak yang hobi ngglundhung

Halo Apa Kabar? Masih Sehat kan? [Sebuah Rasan-rasan]

Diperbarui: 29 September 2020   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Kembali ke Jakarta setelah dua tahun menziarahi Yogyakarta menimbulkan macam-macam rasa yang ganjil. Perasaan bersemangat dan rindu yang aneh setiap kali menjejak ibu kota memang seketika menguap bersama hembusan kencang khas angin pancaroba.

Mungkin benar kata sebagian orang, bahwa setiap hal di dunia ini semua tentang timing. Mungkin pemilihan waktu saya untuk kembali ke kota yang saya sukai sekaligus tak saya sukai ini memang tak tepat. Tapi manusia sejatinya menjalankan lakonnya dalam hidup dengan berjalan beriringan bersama waktu, jadi masa yang menurutku tak tepat ini pun mungkin sudah tepat menurutNya. Hanya saja saya tak tahu dan tak mau tahu akan hal itu.

Di tengah pandemi tak berkesudahan ini, banyak yang menginginkan untuk bisa melewati fase tahun 2020. Banyak yang berandai-andai bisa bangun pagi dengan bugar dan berada pada rentang masa di mana pandemi tidak pernah ada di bumi.

(Hampir) tidak ada yang tidak menderita di tengah kepungan Covid-19. Hantaman bertubi-tubi harus diterima oleh hampir semua orang di hampir semua sektor pekerjaan. Mimpi-mimpi yang dirajut perlahan pun tak kuasa lagi dilanjutkan menjadi jalinan indah seperti dalam bayangan. Manusia seolah hanya berusaha bertahan sehat untuk hari ini, Kembali bangun pagi dengan sisa senyuman yang dipaksakan dan bertahan lagi untuk satu hari berikutnya. Siklus pahit yang terpaksa harus diulang agar tetap bisa menjadi penyintas yang memenangkan pertempuran tak berkesudahan.

***

Ahh, seperti biasa saya kembali meracau. Mari kita lanjutkan saja curhatan nir faedah ini supaya njenengan semua bisa kembali meneruskan aktivitas-aktivitas pentingnya. Itu pun juga kalau ada yang kurang kerjaan mampir membaca ke sini hehe.

Di masa awal-awal pandemi, sekitar bulan maret lalu saya masih sok sibuk di Jogja. Karena kebijakan perkuliahan dialihkan hanya lewat system luring, maka saya pun pulang kampung di rumah orang tua. Masa-masa awal untuk mulai beradaptasi, sekolah dari rumah, kerja dari rumah, memakai masker Ketika hendak keluar rumah dan buru-buru cuci tangan setelah selesai berkegiatan. Tak ada yang terlalu sulit saat itu. Semua dijalani dengan membiasakan diri. Agak repot, tapi ya sudah mari kita jalani saja. Begitulah dulu niatan dalam ingatan.

Sementara itu, diberlakukannya PSBB di Ibu kota selama berbulan-bulan, yang kemudian disusul dengan era normal baru yang digadang-gadang akan kembali membuat ekonomi bergeliat hanya saya lihat, saya dengar, dan saya baca dari kejauhan. Saya tahu itu, tapi saya "berjarak" dengan situasi ini. Saya berpendapat, ya Jakarta sama saja dengan kota-kota lainnya, sama-sama sedang berusaha menata hidup baru dengan adaptasi dari para penghuninya.

Hingga saat ini pun tiba, saya harus kembali lagi menjadi jakartans. Manusia-manusia yang menyesaki setiap jengkal tanah Ibu kota demi alasan klise biar bisa tetap makan. Akhirnya saya merasakan juga apa yang selama ini hanya saya ketahui dari kejauhan itu. Betapa situasi pandemi yang seolah-olah diberitakan dengan hiperbola itu nyata adanya, tepat di hadapan saya.

Bukan karena sebelumnya saya tak percaya dengan adanya pandemi ini. Saya termasuk orang yang ketat menerapkan protokol kesehatan, bahkan terkadang cenderung berlebihan. Hanya saja selama menetap di kota pelajar, suasana tak banyak berubah. Pusat perbelanjaan tetap buka, kafe dan tempat nongkrong pun tetap ramai dengan para muda mudi yang duduk manis di depan laptop sembari nunut wifi gratisan, hanya kampus yang tampak sepi karena system perkuliahan dialihkan dalam jaringan dan malioboro yang sedikit lengang tanpa hadirnya wisatawan. Selebihnya Jogja masih seperti sedia kala, sebuah kota yang kental dengan aroma nostalgia dan wangi kenangan. Tak ada kekhawatiran dan batasan sosial yang menyadarkan bahwa sebuah ancaman sedang mengintai di sekeliling, tanpa tahu kapan ia akan menyambangi mereka yang tengah bahagia di tengah gelak tawa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline