Lihat ke Halaman Asli

Indri Permatasari

TERVERIFIKASI

Landak yang hobi ngglundhung

[LOMBA PK] Restorasi Bikin Film Makin Seksi

Diperbarui: 13 September 2016   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cantikan aslinya daripada posternya, sumprit :p

Meski suka nonton, terus terang saja saya kurang suka dengan film klasik. Namun begitu tahu kalau film Tiga Dara yang sudah selesai direstorasi akhirnya tayang di bioskop kesayangan,saya langsung semangat 45 untuk melihatnya. Dalam benak saya kala itu, kapan lagi saya bisa melihat karya anak bangsa yang begitu melegenda dalam sebuah tontonan audio visual berkualitas. Maka tanpa kebanyakan ribet, ngglundhunglah saya untuk ikut merasakan sensasi kebahagian menonton bersama film kebanggaan buatan Indonesia, mumpung momennya juga pas, pas bulan kemerdekaan gitu loh.

Ternyata eh ternyata, saya sudah telat Saudara. Bioskop kesayangan yang dekat rumah sudah gak nayangin film ini lagi, sehingga saya pun mesti ngesot ke tempat yang agak jauh, namun semua perjuangan itu ada hikmahnya  karena harga tiket disitu lebih murah heuheuheu. Akhirnya tiket sudah ditangan, tempat duduk favorit sudah didapat,cemilan juga sudah siap disantap. Paling cuma kurang gandengan saja, tapi yach santai saja sih, mosok saya mau nyaingin truk yang suka gandengan itu.

Sebelum saya teruskan dengan review nggambleh abal-abal ala saya seperti biasa, saya informasikan sedikit kalau  film Tiga Dara adalah garapan sutradara Usmar Ismail ditahun 1956 dan konon diputar pertama kali secara komersial pada bulan agustus 1957. Jadi filmnya sudah sangat simbah-simbah sebenarnya.Meski begitu, usia yang terpaut jauh sekali tidak menghalangi kecintaan saya, uhuk.

Saya sulit membayangkan di medio tahun 50-an, di zaman yang very-very rikiplik itu, seorang  Usmar Ismail sudah memiliki ide untuk menggarap film seperti ini. saya pernah baca disuatu artikel bahwa era lima puluhan, film yang lagi hits di holywood sana adalah film musical dengan sentuhan komedi segar, sama dengan genre yang diusung oleh film Tiga Dara. Hal ini menunjukkan kalau Indonesia dari dulu sudah mengikut trend dunia yang kekinian.

Kesuksesan sebuah film tentu tidak hanya di tangan sutradara. Ada banyak hal lain yang berperan dan departemen akting adalah salah satu yang paling menarik perhatian khalayak .Tiga Dara memasang artis-artis papan atas sebagai daya pikat. Tersebutlah Chitra Dewi , Mieke Wijaya dan Indriati Iskak. Film ini pun sukses besar baik secara kualitas maupun komersial. Di ajang festifal film Indonesia tahun 1960,Tiga Dara berhasil menyabet piala untuk kategori tata music terbaik. Tak hanya jago di kandang, Tiga Dara juga berhasil merebut perhatian dunia Internasional karena diputar di festival film Venesia. Keren banget kan.

Secara singkat, Tiga Dara berkisah tentang kehidupan tiga orang saudari khususnya kehidupan percintaan mereka. Tersebutlah mbak Nunung si anak sulung yang ceritanya belum dipinang oleh lelaki diusianya yang sudah dua sembilan. Hal ini menyebabkan sang nenek - diperankan dengan apik oleh Fifi Young-  menjadi senewen dan deg-degan. Nenek tidak ingin cucunya hidup dengan status perawan tua. Wong jaman sekarang saja single masih kerap dibully,apalagi di jaman dulu, wah lebih njelehi tentunya.

Kekhawatiran sang nenek justru malah tak mendapat respon dari Ayahnya mbak-mbak itu. Sang ayah -diperankan oleh Hassan Sanusi- cuek-cuek saja dan tidak mau menjodohkan anaknya. Apalagi mbak Nunung tergolong wanita mandiri yang juga tidak terlalu peduli dengan keharusan menikah di usia yang diharuskan oleh sebuah norma kepantasan dalam sebuah masyarakat. Namun sikap cuek keduanya menjadi kesusahan bagi dua adik-adiknya. Kenapa koq bisa begitu, ya karena di zaman dulu itu kalau si sulung masih jomblo, maka ndak ilok bagi adik-adiknya untuk berduaan.

kalo mbak2 udah pose gini, cantik semua deh :D

Dengan kondisi yang serba dilematis, maka dimulailah acara jodoh menjodohkan mbak nunung. Disinilah cerita bergulir dan mengalir dengan menyenangkan. Saya yang ndak memasang ekspektasi berlebih terhadap film ini karena takut ndak nyambung dengan rentang zaman yang terlalu lebar, nyatanya bisa terpingkal-pingkal melihat keseluruhan adegan yang masih dibalut warna hitam putih semata. Terbukti sekali lagi bahwa film itu bisa melintas zaman dan peradaban. Apa yang diusung oleh Usmar Ismaildi Tiga Dara nyatanya masih banyak yang relevan di zaman sekarang.

Nah, sedikit ulasan film sudah saya sampaikan, kalau mau lengkapnya ya mbok nonton sendiri, mosok ndak modal banget sih. di beberapa bioskop masih tayang koq, tapi kalau apesnya ndak punya bioskop di sekitar tempat tinggalnya, ya mau gimana lagi, sepertinya harus sabar nunggu ditelevisi, daripada saya sarankan download illegal hayo.

Sekarang kita kembali ke intinya. Dari tadi gembar gembor soal restorasi, jangan dikira saya lagi ngomongin gerbong kereta api yang dibuat makan lho ya. Kalau menurut KBBI sih yang dimaksud restorasi adalah pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula (tentang gedung bersejarah, kedudukan raja, negara). Jika dikaitkan dengan film, maka secara sederhana makna  restorasi dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan atau memulihkan film itu ke keadaan semula.

Sebenarnya agak sulit bagi saya dengan nalar yang cupet ini untuk memahami, mengapa sih harus repot-repot merestorasi sebuah film lawas yang kondisinya sudah memprihatinkan. Ternyata selalu ada cerita di balik cerita. Di sekitar tahun 2011, sebenarnya ada wacana restorasi film Tiga Dara oleh EYE museum di Amsterdam yang juga menjadi lokasi penyimpanan seluloid film ini. Namun krisis ekonomi di Eropa membuat niatan mulia urung dilakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline