Lihat ke Halaman Asli

Iin Indriyani

Penikmat Keheningan

Cinta Sederhana

Diperbarui: 9 April 2020   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senja sungkan pergi. Malam terlambat datang. Pukul tujuh malam terlihat masih terang. Awan putih samar-samar, nampak kejinggaan. Angin berembus pelan. Menyampaikan banyak titipan kerinduan. Musim semi telah berakhir. Bunga-bunga tak lagi bersemai indah. Awal musim panas yang selalu menantang. Kereta berjalan cepat. Gerbong-gerbong penuh. Tempat duduk terisi penuh. Sama sekali tak tersisa. Selalu seperti ini. Selalu demikian. Pemandangan akhir pekan yang tak pernah berubah.

Stasiun Taichung, capung raksasa selalu jadi icon utama kebanggaan semua orang. Stasiun ini selesai dibangun lagi dua tahun lalu. Dulu bangunannya biasa saja. Sekarang begitu megah dan menawan. Jadi titik para Bmi menghabiskan waktu liburan bagi yang malas bepergian. Di depannya tersedia taman yang cukup nyaman. 

Jika malam minggu, sering ada penyanyi yang melantunkan suara indah mereka dengan alat musik secara gratisan. Seperti magnet yang membuat pejalan kaki duduk di depan. Menikmati suguhan sang penyanyi dengan menopang dagu masing-masing, tersenyum kecil, lalu tertawa tanpa alasan.

Aku terus melangkahkan kedua kakiku. Menyusuri pertokoan hingga sampai di bangunan depan gedung tinggi berlantai 13. Kami menyebutnya "Piramyd". Bangunan ini memang berbentuk kerucut. Tempat ini juga merupakan icon penting Kota Taichung. Di dalam gedung merupakan pusat perbelanjaan dengan banyak toko-toko yang menyediakan kebutuhan untuk perantau dari berbagai negara. 

Mulai dari makanan, handphone dan pakaian. Harganya relative terjangkau dari toko-toko khusus buruh migran yang berada di luaran. Di  depan piramyd dibangun taman yang sangat indah. Taman panjang penuh bunga-bungaan di pinggiran dengan kolam ikan yang jernih di tengahnya. Taman ini begitu mempesona di malam hari dengan kerlap-kerlip lampu warna-warni.

"Assalamu'alaikum... Kang." Seseorang manyapaku dari belakang.

"Wa'alaikumussalaam warahmatullaah."

"Mau ke mushola ya, Kang?"

"Iya. Ayo bareng."

"Ayo, Kang. Sebentar lagi rutinan di mulai."

Aku bergegas mempercepat langkahku. Tak mau kalah dengan sahabat baikku. Ya, dia adalah sahabat satu tim rebanaku. Hari ini aku memang sedikit terlambat ke mushola. Maklum, anak pabrik. Pulang lembur tadi belanja dulu baru keluar. Sampai di mushola, aku terlebih dulu sholat isya', sudah telat. Di perjalanan tadi aku terlalu menikmati pemandangan yang memanjakan mata. Betapa indah karunia-MU, Ya Allah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline