Aku menatap matahari bersinar dengan setianya
Sedang diri ini seakan meredup dengan takdirNya
Nan jauh di sana ada mereka merindu hadirku
Sedang di sini ada hatiku yang menjerit pilu
***
Sore itu, tiba-tiba saja dia datang di saat aku benar-benar membutuhkan teman. Aku sadar, Tuhan memang selalu tahu apa yang kita butuhkan. Senyumnya mengembang, gingsulnya terlihat oleh kedua mataku. Perempuan polos yang manis sekali, wajah bersih nan cantik alami khas wanita Jawa. Dengan sopan dia menyapa, "Hai, aku duduk disini, boleh?"
"Ya, tentu saja. Baru datang, ya, Mbak? Diantar siapa?" Jawabku sekaligus bertanya.
"Tuh,.." Dia menunjuk keluar ruangan, seorang laki-laki berbadan tinggi.
"Sponsormu atau saudaramu?"
"Sponsorku." Jawabnya singkat.
Seakan terkoneksi begitu saja, kami langsung akrab. Sejak hari itu kami berteman dekat. Menjadi sahabat, selalu berbagi dalam suka dan duka di tempat asing yang baru kami pijak. Setiap hari, kami salat bersama di ruangan sempit di samping dapur sebelah kanan. Setiap kali aku bersujud kepadaNya, setiap kali itu pula airmataku menetes tak terkira. Teringat ibu, ayah, kakak dan adik yang aku tinggalkan di rumah.