Lihat ke Halaman Asli

Iin Indriyani

Penikmat Keheningan

Ujian Jati Diri (Part 2)

Diperbarui: 29 November 2019   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Radio Republik Indonesia

Seperti halnya aku, tinggal sementara di tempat ini adalah pilihan. Umumnya, Tki yang proses menunggu majikan baru harus tinggal di rumah Ejensi masing-masing. Beruntung jika Ejensi mereka itu baik, dan malang bagi mereka yang Ejensinya berotak pemberontak hak-hak Tki, seperti Ejensiku sendiri.

Aku memilih tinggal di sini meski bayar sekali pun. Satu hari harus keluar uang 200NT, berkisar 90ribu rupiah. Dan itu belum tanggungan makan kami sehari-hari. Aku termasuk perempuan yang tidak suka dikekang, apalagi oleh para lintah darat yang memang seharusnya aku lawan.

Keberadaanku di tempat ini pun bukan tanpa alasan. Setelah nenek yang kujaga meninggal, aku memutuskan untuk tidak pulang. Aku mencari majikan baru dengan kontrak yang baru juga. Sialnya, aku dibiarkan menunggu job terlalu lama oleh Ejensiku. Hal itu disengaja, agar aku mau ditempatkan di majikan yang biasanya bermasalah dengan banyak Tkw.

Benar saja, aku diantar ke majikan tanpa harus cek lokasi terlebih dahulu. Majikan baruku itu sudah gonta-ganti Tkw 6 kali belum setahun. Sifat jelek majikan membuat tak ada yang betah bekerja di sana. Dia wanita berusia 45 tahunan, tidak menikah. Jobku menjaga ayahnya dari bersih-bersih rumah dan masak untuk mereka.

Aku tidur di ruang tamu dengan alas sofa panjang. Sempit sekali, jangankan kamar yang layak, kasur empuk pun tak ada.

Wanita itu sangat kasar, seperti ada gangguan di otaknya, bahkan menurutku dia memang sudah gila. Kelakuannya yang over temperamental membuat aku naik darah setiap waktu. Tidak hanya di rumah, bahkan di depan umum pun dia suka marah-marah tanpa sebab. 

Dua minggu di sana, aku selalu minta pindah sampai bertahan dua bulan. Ucapan tinggal dusta, janji tinggal janji, aku sudah muak dengan permainan Ejensi yang sekongkol dengan majikanku untuk menahanku di rumah itu.

Tapi aku tak sebodoh yang mereka pikir. Satu minggu setelah menerima gaji kedua, aku keluar untuk liburan. Satu hari penuh aku istirahat, malamnya aku tidak pulang ke rumah neraka itu. Aku kembali ke tempat ini, asrama sempit yang berada di salah satu ruang apartement lantai 16. Asrama yang sudah dua kali aku singgahi.

Ejensiku terkejut membaca chatt line-ku yang menyatakan, aku tidak pulang ke rumah majikan, dan aku sudah berada di sini lagi. Sedang semua kontak dengan majikan gila itu aku blokir satu jam sebelum aku sampai di sini. 

"Mau kamu apa sih? Pulang sana ke rumah majikanmu. Ingat, dia bisa laporin kamu kabur, lho!" Wanita yang kupanggil "penerjemah" itu memaki-makiku dengan amat puas.

"Laporkan saja, saya tidak takut. Majikan itu sudah ganti banyak pekerja. Berarti masalahnya memang ada pada dia, bukan kami. Saya punya banyak chatt dengan majikan itu juga dengan Ejensi. Dari dua mimggu di sana, saya minta pindah. Tapi kalian malah memaksa saya bekerja di sana demi kepentingan kalian sendiri. Sayangnya, saya tidak sebodoh yang kalian pikirkan!" Suaraku tak kalah keras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline