Judul Buku : Lakon-Lakon Bayangan
Penulis : Jenny Seputro, dkk.
Penerbit : Nulis Aja Dulu (NAD) Publishing
Cetakan : Pertama, Juli 2024
Tebal : 167 hlm.
Buku Antologi cerpen Lakon-Lakon Bayangan merupakan hasil karya peserta RBCL NAD batch X. Buku ini ditulis oleh 13 orang yang sudah melanglang buana dalam dunia kepenulisan. Ada Jenny Seputro, seorang penulis novel Silent Dreams yang terpilih sebagai Best Novel dan Best Romance Noir pada Scarlet Pen Awards 2023. Selanjutnya ada Irma Susanti Irsyadi, pendiri komunitas NAD, Mikawati, Windy Effendy, Ika Lestari Rahayu, Edellweiss London, Intan Rahma, Dhian Mutiara, Umi Hikmawati, Alsha Wahida, Za'idatul Uyun Akrami, Butet RSM, dan Boedi Tabahingati yang sudah melahirkan berbagai tulisan.
Menariknya lagi, buku antologi ini diawali dengan kata pengantar dari Kurnia Effendi yang merupakan salah satu sastrawan Indonesia. Kurnia Effendi sudah menelurkan banyak tulisan berupa puisi, cerpen, esai, novel, dan biografi. Salah satu penghargaan yang diterima adalah meraih Anugerah Pustaka terbaik bidang puisi Perpustakaan Nasional melalui Kumpulan puisi Mencari Raden Saleh (2019).
Kumpulan cerpen ini berangkat dari satu skenario yang dibuat oleh Kurnia Effendi. Cerita bermula ketika 16 orang mendapatkan undangan untuk menghadiri sebuah pesta dan akan dihadiri oleh ketiga politisi yang akan memperebutkan kursi kekuasaan. Pesan tersebut didapatkan melalui WA yang hanya sekejap. Dua jam berikutnya setiap peserta mendapatkan alamat yang berbeda. Setiap peserta menceritakan pengalamannya, menggunakan tokoh "aku", "kamu", atau "dia", menulis dengan jumlah kata maksimal 2.000. Dari skenario inilah setiap penulis menyajikan cerita yang menarik.
Rata-rata peserta menyajikan tema tentang politik. Mungkin karena sesuai dengan skenario yang telah ditentukan. Setelah saya membaca semua cerpen peserta, saya teringat dengan novel Laut Bercerita. Kesamaannya terletak pada beberapa kasus dalam cerita ini tentang penculikan. Ada salah satu penulis menggunakan tokoh mahasiswa yang diculik karena akan membongkar sebuah kasus pembunuhan, tetapi bukan sebagai tokoh utama.
Tokoh utama yang ditampilkan oleh setiap peserta memiliki karakter dan profesi yang berbeda-beda. Cerpen Jenny menggunakan tokoh Thomas yang berprofesi sebagai politisi. Beberapa penulis juga menampilkan tokoh yang berprofesi sebagai penulis, jurnalis, agen rahasia, arsitek, pembunuh bayaran. Saya menyukai tokoh Xavier berprofesi sebagai pengusaha parfum dan seorang pembunuh. Di sini Intan menampilkan karakter Xavier sebagai penjahat begitu sempurna. Di samping itu juga, ada tokoh Baskoro sebagai tukang servis ponsel dan pemilik kios pernak-pernik ponsel digambarkan sebagai tokoh yang sangat keras dan angkuh. Tokoh Xavier dan tokoh Baskoro mampu membuat pembaca puas dan mungkin juga kesal dengan peran dan karakter yang kuat dalam cerita.
Walaupun berasal dari satu skenario cerita, para penulis juga mampu menggambarkan latar yang berbeda-beda setiap cerita. Pada cerpen Alsha Wahida "Perempuan di Persimpangan Jalan" menggambarkan latar secara detail tentang persimpangan. Pada paragraf awal, Alsha sudah menggambarkan tokoh yang berlari ke simpang lain. Simpang pertama ke alun-alun, simpang ke dua ke kota lain, simpang ketiga jembatan penyemberangan. Cerita ini juga bukan sekadar menggambarkan simpang jalan, tetapi tokoh yang melewati simpangan hidup yang salah.