Tulisan ini berawal dari diskusi dengan beberapa mahasiswa S3 Nanjing Normal University (NNU) Tiongkok. Mereka beranggapan bahwa anak-anak autis di Tiongkok sangat mudah belajar membaca karakter/simbol bahasa mandarin. Dalam diskusi tersebut, dijelaskan pula bagaimana anak autis di Tiongkok belajar membaca karakter mandarin. Diperlihatkan pula suatu tayangan anak autis Tiongkok lancar membaca karakter mandarin.
Singkat cerita dari diskusi tersebut kami menyepakati bahwa proses belajar membaca anak-anak autis di Tiongkok dengan di Indonesia hampir sama. Berbagai model dan metode belajar membaca yang digunakan juga hampir sama. Kondisi itu juga berdasarkan data empirik di Tiongkok dan Indonesia, implementasinya kepada semua spectrum autistik dan kepada level low functioning hingga high functioning autistic. Faktor pembedanya adalah pada taraf kecepatan proses penguasaan membaca.
Anak-anak autis di Tiongkok lebih cepat dapat membaca sebab mereka membaca karakter atau simbol bukan kepada phonetic sebagaimana pada huruf latin atau alphabetic. Membaca karakter atau simbol telah menjadi kemampuan dasar anak autis sebagaimana dinyatakan oleh Vacca (2007) bahwa anak-anak autis berpikir melalui gambar bukan melalui bahasa. Sifat simbolic juga sangat menguntungkan bagi anak autis yang sangat mengandalkan visual sebagai saluran utama untuk menerima informasi (Grandin, 1995). Kondisi seperti demikian memudahkan anak autis Tiongkok untuk belajar membaca dibandingkan dengan anak autis yang belajar membaca dengan menggunakan alphabetics.
Berdasarkan diskusi itu dapat ditarik benang merahnya, yaitu anak-anak autis dapat diajari membaca huruf latin maupun karakter simbolik. Kemampuan membaca tersebut tentunya tergantung kepada karakteristik setiap anak autistik (Evans, 2007) sehingga cara mengajari membaca bagi mereka tentunya sangat unik dan kondisional.
Berikut ini disajikan beberapa hasil kajian berkaitan dengan pengajaran membaca untuk anak autis. Kajian ini diharapkan menjadi data untuk memperluat keyakinan kepada setiap orang tua dan pendidik/guru untuk tetap yakin dan konsisten mengajarkan membaca kepada anak-anak autis.
1. Jadikan belajar membaca menjadi aktivitas yang menyenangkan melalui material visual.
Menata ruang kelas dan tempat belajar lainnya dengan menambahkan simbol-simbol visual yang dapat dibaca anak-anak autis dapat membantu meningkatkan kemampuan membacanya. Melalui penataan seperti demikian maka belajar membaca tidak selalu harus duduk di kursi secara kaku tapi dapat dilakukan melalui bermain dan mengamati langsung berbagai simbol yang dapat dibaca dan dirangkai menjadi bacaan.
Grandin (1995) menyatakan bahwa gambar adalah bahasa pertama anak-anak autis, sedangkan kata-kata adalah bahasa keduanya. Gambar menjadi media untuk komunikasi anak autis, misalnya mereka sering menunjuk gambar sesuatu yang diinginkannya. Anak-anak autis melakukan itu karena secara mandiri mengamati berbagai hal dan tertarik dengan gambar-gambar. Berawal dari pengamatan itu ia akan menghubungkan dengan benda kongkritnya. Melalui proses seperti itu mereka mengenal nama-nama benda yang diamatinya. Gambar yang diamati dan dipahami nama gambar tersebut maka gambar menguatkan kemampuan bahasa anak autis.
Gambar yang paling mudah dipelajari oleh anak adalah gambar benda sebab wujudnya sering ditemui dan anak dapat menggambar sendiri atau mewarnainnya. Apa bila proses ini terus dibimbing maka anak akan mampu membaca berbagai rangkaian gambar, tidak hanya gambar benda tapi juga gambar kata kerja dan gambar situasi. Selain itu gambar-gambar juga dapat disusun menjadi urutan cerita yang dapat mendukung kepada kemampuan membaca. Setelah proses demikian dapat ditingkatkan pada tahap mengenalkan tulisan atau huruf dari gambar kata benda tertentu, demikian seterusnya dilakukan pula untuk mengenal dan membaca tulisan gambar kata kerja.
Perlu diingat dalam proses itu semua materi pengjaran membaca harus diutamakan pada sesuatu yang kongkrit dan berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari anak-anak autis agar mereka tidak kesulitan untuk berimajinasi. Abisgold (2007) menyatakan bahwa anak-anak autis mengalamai hambatan dalam kemampuan imaginatif sehingga sulit memahami konsep abstrak dan kesulitan memaknai sesuatu sesuai dengan fungsinya. Jika materinya menuntut imajinasi maka anak-anak autis cenderung menolak untuk belajar. Oleh karena itu belajar dengan anak autis dapat dimulai dari sesuatu yang disukai oleh mereka (Abisgold, 2007).
2. Menggunakan pendekatan phonetics.