Ramlah bin Abu Sufyan ialah salah seorang wanita salehah nan kuat imannya. Meski ayahnya masih dalam kekafiran hingga menjadi orang yang paling membenci nabi Muhammad saw saat itu, ia tetap bersyahadat. Keislamannya tentu membuat murka ayahnya. Karenanya, Ramlah menjadi bagian dari kaum muslimin yang disengsarakan penduduk quraisy, termasuk oleh ayahnya.
Untuk menyelamatkan diri dari kekejian kafir quraisy, di hijrah kedua menuju Habsayah, Ramlah turut bergabung. Padahal, saat itu ia sedang menjalani kehamilan. Suaminya, Ubaidillah bin Jahsy turut mendampingi. Sayangnya, setelah tiba di Habasyah dia kembali murtad, dan berlaku buruk. Sempurnalah kesedihan Ramlah. Dikucilkan keluarga, diusir warga, dikhianiti suami, menyendiri di wilayah asing, dalam kondisi mengandung, hingga melahirkan tanpa perhatian sang suami.
Ramlah melahirkan seorang gadis kecil yang kemudian diberi nama Habibah. Oleh karena itu, ia kemudian dikenal dengan panggilan Ummu Habibah. Bukan materi, bukan suami, bukan pula keluarga yang membuatnya kuat. Tetapi keimanannya pada Sang Illahi Rabbi yang mampu menguatkan. Terbukti, melalui keiamanan yang teguh, Ummu Habibah mampu menjalani semuanya. Bahkan, dengan dasar keimanan Allah SWT. memberi kepadanya keberkahan. "Walal akhiratu khairun laka minal ula". Dan yang kemudian itu lebih baik permulaan.
Kondisi duka yang dialami Ummu Habibah sampai kepada Raulullah saw. Sebagai seorang rasul yang mendapat risalah, juga sebagai orang yang merekomendasikan untuk hijrah ke Habasyah, beliau merasakan sekali dan merasa bertanggungjawab pada situasi kaum muslimin. Langkah kongkritnya, setelah masa Iddah, melalui Raja Najasi, Rasulullah saw menikahi Ummu Habibah. Pernikahannya berjalan dengan lancar, hingga dilakukan walimahan. Tujuan utama Rasulullah saw menikahinya sebagai bentuk memuliakan dan menguatkan keimananya.
Ummu Habibah tentu merasa bahagia. Perjungan dan kepedihan hati yang telah dilalui diganti oleh Allah SWT. Balasannya bukan hanya di akhirat melainkan di dunia juga. Menjadi seorang istri Rasulullah "manusia terbaik pilihan Allah" tentu saja jadi keberkahan. Benar saja. walau setelah resmi dinikahi dan masih berjauhan dengan suami, Ummu Habibah dimuliakan dan dikuatkan keimanannya. Sebaliknya, Ayahnya (Abu Sufyan) merasa terpukul. Putrinya, malah dinikahi oleh orang yang paling dibencinya.
Tahun ke-7 Hijriyyah, Ummu Habibah menuju Madinah. Kedatangannya disambut oleh Rasulullah saw dan istri-istrinya. Bersama istri-istri yang lain, Ummu Habibah bahagia mendampingi perjuangan Rasulullah saw. Pun demikian Ummu Habibah merasa bahagia. Pada tahun penaklukan Makkah (Fathul Makkah), ayahnya yang semula membenci Rasulullah saw, kemudian bersyahadat dan memeluk Islam.
Ummu Habibah wafat di Madinah pada tahun ke-44 hijriyah. Usianya mencapai 86 tahun. Saat itu, kekhalifahan sedang dipimpin oleh saudara kandungnya yaitu Muawiyah bin Abi Sufyan. Semoga Allah selalu meridhai dan memberkahi.
Catatan penting;
- Kuatkan keimanan, maka Allah SWT akan menyelamatkan.
- Seberapa sibuk, luangkan perhatian kepada orang-orang yang kita cintai
- Kehormatan seseorang akan dinilai dari perjuangannya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H