Lihat ke Halaman Asli

Motivasi Menulis

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


Belajar dari Stephen King

Oleh, Nurul Asmayani

Pernah mendengar nama Stephen King? Tentu nama ini tak asing lagi dalam dunia penulis.

Stephen Edwin King, nama lengkapnya. Dilahirkan di sebuah kota kecil Portland, Maine, tahun 1947. Ia adalah anak kedua dari pasangan Donald dan Nellie Ruth Pillsbury King. Kedua orang tuanya bercerai saat Stephen King masih balita. Ia dan kakaknya David dibesarkan oleh ibunya. Masa susah mereka alami, ibunya bekerja keras untuk menghidupi kedua putranya.

Saat Stephen berusia 11 tahun, mereka kembali ke kampung halaman ibunya di Durham, Maine. Nenek dan kakeknya, Guy dan Nellie Pillsbury sudah tua dan memerlukan perawatan, Mereka tinggal di sebuah rumah kecil yang dibangun oleh keluarga ibunya. Setelah kakek dan neneknya wafat, ibunya Ruth bekerja sebagai tukang masak.

Stephen mulai aktif menulis sejak kuliah. Ia mengisi kolom mingguan di surat kabar kampus, The Maine Campus. Lulus dari University of Maine di Orono tahun 1970, sebagai sarjana bahasa Inggris. Sebetulnya, dengan ijazah itu, ia berhak mengajar bahasa Inggris di sekolah menengah atas. Sayangnya, saat pemeriksaan kesehatan selepas wisuda menunjukkan Stephen King mengidap tekanan darah tinggi, keterbatasan penglihatan, kaki yang sedikit cacat dan gendang telinga yang pecah.

Kehidupan Stephen King jauh dari berkecukupan. Meskipun seorang sarjana, ia banting tulang menghidupi istrinya, Tabitha Spruce yang dinikahinya bulan Januari 1971. Stephen bekerja sebagai buruh di binatu. Terkadang, ia mendapatkan pinjaman dari mahasiswa yang dikenalnya. Sesekali, di sela jam kerjanya ia mulai menulis cerita pendek dan mengirimkannya ke sebuah majalah khusus pria. Dari honor tulisan yang dimuat inilah, Stephen King bisa sedikit menabung, dan tabungannya akan sangat berguna ketika kebutuhan semakin mencekik. Stephen King juga pernah bekerja sebagai pelayan di pompa bensin.

Stephen dan keluarganya tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil. Upahnya sebagai buruh binatu, $60 seminggu. Untuk membantu keuangan keluarga, istrinya bekerja di malam hari. Namun, tetap saja mereka hidup kekurangan. Saat anak mereka yang masih bayi terserang infeksi di telinga, mereka tak mempunyai uang untuk biaya pengobatan. Hingga harus menjual beberapa perabotan untuk membeli obat antibiotik.

Stephen King memiliki keinginan sangat kuat untuk menjadi penulis. Setiap malam, dan saat libur di akhir pekan ia mengetik dengan sebuah mesin ketik tua. Sebagian tabungannya digunakan untuk mengirim tulisan ke penerbit dan agen. Tapi, tak ada yang menerima. Semua menjawab, “Tulisan Anda belum memenuhi syarat.” Entah, apakah tulisannya sempat dibaca editor atau tidak. Ia sendiri tidak yakin.

Suatu hari, ia membaca sebuah novel dan teringat pada novel tulisannya sendiri. Ia lalu mengirimkannya pada sebuah penerbit buku milik Thompson. Beberapa minggu kemudian, ia menerima sebuah surat. Bill Thompson sendiri yang menulisnya. Bill menyatakan bahwa naskah yang dikirimkan Stephen King mempunyai banyak kesalahan, namun ia yakin Stephen King adalah seorang penulis yang berbakat. Bill mendorongnya untuk mencoba lagi.

Selama 18 bulan, Stephen King bekerja keras untuk menulis dan terus menulis. Hingga ia berhasil menyelesaikan dua naskah novel dan mengirimkannya ke penerbit milik Bill Thompson tersebut. Sayangnya, naskahnya kembali ditolak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline