Abstrak: Tujuan dipublikasikannya artikel ini adalah untuk mengetahui metode belajar yang implementasinya dapat mengkonsolidasi pengetahuan melalui motivasi dalam infrastruktur pembelajaran kondusif. Seringkali problematika pendidikan selalu berputar pada prinsip motivasi atau semangat belajar dari siswa sehingga parameter pengukuran hasil belajar dapat diketahui melalui katalis pembelajaran yakni motivasi siswa dalam mengerjakan tugas. Untuk menyikapi konektivitas dalam permasalahan motivasi belajar, maka perlu diketahui kondisi situasional apa yang menyebabkan motivasi belajar siswa berkurang. Variabel yang ingin dicari pada artikel ini adalah analisis ragam motivasi belajar dan juga metode belajar yang pengaplikasiannya dapat mengembangkan proses pembelajaran.
Kata kunci: Infrastruktur Pembelajaran, Hasil Belajar, Metode Belajar dan Motivasi Belajar.
PENDAHULUAN
Motivasi adalah motor penggerak dari kepribadian kognitif tiap manusia dan tiap manusia memiliki hal ini sejak manusia berpikir secara rasional. Untuk menyikapi progress kehidupan, manusia perlu mengevaluasi diri terhadap apa yang dapat dilakukan untuk melakukan pengembangan diri, sehingga manusia akan terdorong melakukan sesuatu demi memenuhi kebutuhan dan kepuasan dari apa yang telah dikerjakannya. Dalam pandangan lain, motivasi datang dari kemauan manusia untuk mengubah kehidupan sesuai jalan yang dipilihnya dalam rangka menggapai hasil yang memuaskan.
Para peneliti berpendapat bahwa ada dua tipe motivasi: intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi secara intrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan kepuasan dan melihat nilai pencapaiannya. Sementara itu, motivasi secara ekstrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan alasan kausalitas, karena melakukan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Dalam realitasnya, sulit untuk mengkategorikan motivasi seseorang berdasarkan tipenya, apakah murni ekstrinsik atau intrinsik. Sehingga berdasarkan asumsi ini sulit untuk mengetahui asas motivasi seseorang. Konseptualitas abstrak dari motivasi terus memberikan misteri yang membuat peneliti seiring berkembangnya zaman terus mengkaji sikap psikologis manusia, nilai motivasi termasuk ke dalamnya.
Atmosfer Pembelajaran di Kelas dan Infrastruktur Pembelajaran
Lingkungan sosial dalam ruangan belajar juga jadi pengaruh besar dalam memicu semangat dalam belajar atau motivasi belajar. Ketika dihadapi dengan kondisi lingkungan sosial buruk seperti adanya toxic personality, sikap represif dari guru, perundungan antar siswa, keterbatasan ruang interaksi sosial di kelas dapat menurunkan motivasi belajar, sehingga iklim pembelajaran pun akan menjadi tidak kondusif, dan kemampuan siswa dalam menyerap materi berkurang. Sebaliknya, jika kondisi lingkungan sosial kelas tersebut mempunyai atmosfer belajar yang kondusif, maka motivasi belajar siswa meningkat (Arifin et al., 2018).
Ternyata, desain dari pembelajaran di dalam kelas mempunyai unsur uniknya tersendiri, dan hal inilah yang memengaruhi gambaran motivasi secara umum. Menurut Pintrich (dalam Panadero, 2017) berpendapat bahwa setidaknya terdapat lima model dalam prinsip infrastruktur pembelajaran serta motif motivasi yang diraih.
Motivasi Efikasi Diri
Secara mendasar, motivasi yang mengacu pada efikasi diri menyatakan bahwa jika siswa mengekspektasikan dirinya akan belajar lebih baik, mereka akan berusaha lebih keras, berinteraksi, dan menunjukkan hasil yang lebih baik. Sebaliknya, jika siswa merasa tidak percaya diri untuk melakukan sesuatu, mereka akan lebih mudah menyerah dan merasa bahwa tugasnya itu mustahil untuk dikerjakan. Inilah alasan mengapa impelementasi Kurikulum 2013 (K-13) lebih mengedepankan diversifikasi terhadap subjek belajar seperti mengklasifikasikan IPA dan IPS. Ketika siswa dihadapi pada pandangan bahwa dirinya merasa inferior dan menjadi kalangan minoritas dalam satu kelas, hal ini akan membuatnya sulit untuk menjaga efikasi diri ketika tidak melihat model atau tekanan sebaya (peer-pressure).
Seringkali ditemukan banyak siswa yang terlalu percaya diri terhadap kemampuannya sehingga membuat dirinya sulit berkembang. Oleh karena itu, dalam infrastruktur pembelajaran kelas, Pintrich menyarankan untuk memberikan feedback terhadap kompetensi siswa.