Lihat ke Halaman Asli

Kenapa WALHI Ancam Gugat PLN untuk Proyek PLTGU Jawa 1?

Diperbarui: 21 September 2016   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Reklamasi beberapa bulan ini telah menjadi buah bibir yang cukup kontroversial – mulai dari isu perizinan, isu hukum hingga korupsi. Terutama contoh kasus reklamasi di Teluk Jakarta atau Pantai Utara Jakarta, dimana status kelanjutan dan perizinannya masih digantung oleh para pembuat keputusan.

Kini ada bab baru dalam panjangnya cerita reklamasi di Indonesia. PT PLN (Persero) berpotensi digugat oleh WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) apabila PLN melanjutkan megaproyek PLTGU Jawa 1 di atas lahan reklamasi. Proyek pembangunan pembangkit listrik itu sendiri tidak berdampak pada lingkungan, akan tetapi apabila proyek tersebut dibangun di atas lahan reklamasi, WALHI mengkhawatirkan kondisi lingkungan daerah proyek tersebut.

Proyek besar-besaran PLTGU Jawa 1 ini sekarang di tengah proses penentuan tender, yang diikuti empat perusahaan konsorsium - Mitsubishi-Pembangkitan Jawa Bali-JERA-Rukun Raharja, Adaro-Singapore Sembawang Corporation, Pertamina-General Electric-Marubeni-Sojitz, dan Medco-Kepco-Nebras. Pemenang dari tender ini rencananya akan diumumkan akhir bulan ini – dimana juga akan menentukan nasib PLN apakah akan digugat oleh WALHI atau tidak. Mengapa demikian? Tiga dari empat konsorsium ini mengajukan pembangunan di atas lahan reklamasi yang terletak di Muara Tawar, sedangkan konsorsium Pertamina mengajukan di atas lahan di Cilamaya.

Mengapa WALHI begitu keras menolak pembangunan PLTGU Jawa 1 di atas lahan reklamasi? Ada dua alasan utama untuk tidak melibatkan proses reklamasi ke dalam proyek yang sangat besar ini.

Alasan pertama, untuk mereklamasi sebuah lahan tidaklah mudah. Butuh izin dari berbagai lapisan pembuat keputusan, mulai dari Pemerintah Daerah, Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Belum lagi reklamasi rentan terjadi perdebatan karena payung hukum yang belum jelas. Proses perizinan yang lama bergulir ini tentu menjadi kemunduran proyek PLTGU Jawa 1 – berisiko tidak sesuai dengan deadline yang dipatok oleh Presiden Joko Widodo sebagai visi besar proyek PLN 35.000 MW di tahun 2019.

Alasan kedua, dari seluruh lapisan perizinan, terdapat satu tahap yang paling memakan waktu – yaitu izin lingkungan yang bermula analisis dampak lingkungan atau AMDAL. Fungsi AMDAL sendiri adalah kajian untuk menilai potensi dampak lingkungan yang timbul dari kegiatan reklamasi dan rencana kegiatan diatas lahannya. Untuk proyek seperti PLTGU, membutuhkan izin yang lebih rumit dan memakan waktu dibanding reklamasi biasa – dikarenakan adanya keperluan izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan izin pembuangan air limbah ke laut. Inilah yang menjadi sumber debat dari pihak WALHI – pembangunan PLTGU di atas lahan reklamasi berpotensi tidak selesai pada tenggat waktunya dan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sekitarnya.

Ada baiknya keputusan besar untuk melakukan proyek di atas lahan reklamasi dikaji ulang terlebih dahulu . Apakah membangun pembangkit Jawa 1 di atas lahan reklamasi merupakan opsi terbaik yang harus dipilih dalam rangka mencapai penyediaan listrik 35.000 MW di tahun 2019?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline