Salah satu kunci utama kesuksesan proyek-proyek BUMN adalah pemilihan pemenang tender yang tepat. Beberapa faktor yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan inti dalam pemilihan pemenang antara lain adalah kemampuan finansial, kecakapan teknis, hingga kesiapan serta komitmen keseluruhan peserta tender untuk memenuhi tenggat waktu proyek yang telah ditetapkan sebelumnya.
Salah satu proyek BUMN yang sedang berada dalam proses pelelangan adalah proyek pembangunan pembangkit PLTGU Jawa I. Dalam proses tender ini, sudah ada empat konsorsium atau gabungan perusahaan yang sedang bersaing untuk memenangkan tender proyek Jawa I yang diselenggarakan oleh PLN.
Namun, ada beberapa konsorsium yang dikabarkan tidak memiliki lahan yang bisa digunakan untuk melakukan pembangunan pembangkit ini. Bahkan konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan sekelas Mitsubishi pun dilaporkan belum memiliki lahan walaupun sudah maju tender. Konsekuensinya jika konsorsium yang belum memiliki lahan memenangkan tender proyek ini, maka akan dilakukan reklamasi di daerah Muara Tawar dalam rangka pengadaan lahan untuk pembangunan pembangkit ini.
Wacana reklamasi untuk pembangunan pembangkit listrik Jawa I masih mengundang banyak tanya bagi saya. Pasalnya, proses reklamasi yang tidak mudah diyakini akan mengganggu lancarnya pembangunan proyek pembangkit yang sebenarnya memiliki tujuan mulia ini. Kesiapan lahan saya percayai adalah salah satu faktor kunci yang sangat berpengaruh terhadap ketepatan waktu selesainya proyek Jawa I ini.
Ya, komitmen konsorsium untuk memenuhi proyek dengan tepat waktu harus benar-benar diperhatikan oleh PLN sebagai penyelenggara tender. Hal ini dikarenakan berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, proyek pembangunan pembangkit yang molor telah terbukti menyebabkan kerugian finansial hingga triliunan rupiah bagi PLN sendiri.
Saya memahami betul bahwa proyek ini merupakan proyek besar dengan efek signifikan untuk memenuhi keinginan Jokowi dalam mengaliri lebih banyak pasokan listrik di Indonesia. Urgensi untuk menyelesaikan proyek ini secepatnya sangat tinggi. Saya kira pemilihan lokasi pembangunan di atas lahan hasil reklamasi sangat bisa memperlambat pencapaian target listrik 35.000 MW di tahun 2019. Alasannya sederhana, proses reklamasi ini memakan banyak waktu, uang, serta tenaga.
Dalam setiap proses reklamasi, ada beberapa tahap pengajuan izin yang harus dilalui oleh pengembangnya. Yang pertama ada pengajuan izin lokasi. Lalu dilanjutkan dengan pengajuan izin lingkungan dengan menyerahkan dokumen AMDAL. Yang terakhir adalah izin untuk melakukan reklamasinya sendiri. Semua tahapan memakan waktu yang tidak sebentar. Ketiga tahap yang saya beberkan disini juga baru dalam ranah tahap perizinan, belum lagi dari ranah tahapan lainnya.
Dengan melihat fakta di atas, strategi pengadaan lahan dengan proses reklamasi seperti ini nampaknya perlu dipertimbangkan kembali. Jika kita berkaca pada beberapa kasus reklamasi yang hampir bertahun-tahun terombang-ambing dalam proses perizinannya, sepertinya sulit melihat proyek Jawa I bisa selesai tepat waktu jika harus melakukan reklamasi dulu untuk menyediakan lahannya. Ini tentunya sangat disayangkan, mengingat proyek-proyek seperti pembangunan pembangkit listrik Jawa I ini harus segera direalisasikan secepatnya karena memang ditujukan untuk kepentingan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H