Lihat ke Halaman Asli

Lebaran dan Sepucuk Melati di Tubuh Syawal

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

-kepada fitrah

Sudah kutunggu kau berhari-hari

Sudah kuciumi sajadah matahari,

purnama, angin, dan hujandi enam puluh sembilan hari

Cukup lama untuk menunggangi cuaca dan segala macam badai menimpa

Kini aku ingin kembali padamu,

dan menemuimu tidak dalam kecemasan labirin-labirin pada karatnya waktu.

Tidak lagi kudindingi tenggorokanku dengan dahaga maha beku

Kini sudah kuselesaikan sembilan September ini

dengan kebanggaan yang membuncah

Kau lahir pada syawal yang akan mengawali haluan hidup

penuh pembersih dan pewangi. Kau diterjen dalam lautan bulan-bulananku.

Ah kau. Amat menggemaskan air mata, bibir dan lidahku.

Fit, sungguh kumenyadari betapa putihnya dirimu.

Entah bagaimana aku mengukurnya.

Warna susu atau awan tidak akan mungkin mengalahkanmu.

Aku melihatmu dalam rupa buih yang tawakal di gelombang samodra

Dan aku pun melihat matamu menyongsong hijriah demi hijriah

membara dengan kesturi.

Fit, apa mungkin kau akan kembali,

padaku yang sempat membenci hari.

Atas jam-jam yang kudebui dan kukotori.

Apa mungkin kau akan menempati jiwaku lagi.

Sementara tubuhku cuma dapat menampung ketupat dan sayur-sayuran

juga ayam goreng lengkap dengan sambal kentang

Fit, sudah kubeli baju, celana,

dan semua yang kupakai dulu, kini akan menjadi baru

Tapi bisa kah kau jadi pakaian baruku untuk selamanya.

Sebab aku ingin selalu terjaga dari debudebu dan kuman nakal itu

Maka aku berharap banyak kepada dirimu,

agar kau jangan melepas diri dari tubuhku

Fit, bagiku.

Kau serupa perisai yang akan menghijabi bakteri-bakteri

yang kerap tergeraigerai di dalam rumah atau di ruang entah lainnya.

Dan sewaktu-waktu ia akan menghujaniku

dengan riuh meruah berwarna kelam dan seram—menyesatkan

Maka aku berharap banyak kepada dirimu,

Agar kau selalu membentengiku dengan lafadz-lafadz kesucianmu

Fitrah, kekasihku,

kulihat kau tengah menarinari di puncak bulan,

kau juga bernyanyinyanyi di setangkaian hujan, dan

aku pun melihatmu mengobor sorga ke pusat-pusat kota dan pelosok.

dunia kini memeriahkan ritus kedatanganmu,

bersama kawanan senyum cinta dari jejakan tanah amal

dan koinkoin doa semesta yang kurasa betapa kekal.

Fitrah—sucilah kau selalu di hari raya, bintangilah aku dan umat Muhammad yang lainnya, dengan syafaatsyafaat cintamu, sarat kemerling takbir dan dzikir-dzikir ilhami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline