Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Blusukan Style

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog: tulisan ini adalah artikel kolom pada Tabloid mingguan KONTAN edisi 10-16 Desember 2012 halaman 23. Selamat menikmati…

Dahsyatnya perhatian masyarakat terhadap tarian Gangnam Style dari Korea belakangan ini hampir bersamaan dengan apa yang terjadi di Jakarta. Belum genap 100 hari menjabat, gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ternyata banyak mementaskan decak kagum sekaligus decak kaget.

Decak kagum bagi warga Jakarta yang selama puluhan tahun lebih tidak pernah bertatap-muka, berbincang-bibir, dan bercurahan-hati kepada gubernurnya sendiri. Sedangkan decak kaget bagi aparat Pemerintahan Daerah DKI Jakarta karena pemimpin mereka terkadang sudah tiba lebih awal di kantor pelayanan mereka, sebelum menyadari sebenarnya kantor mereka sudah harus mulai melayani warga Jakarta satu jam sebelumnya.

Decak kaget di atas belum seberapa. "Lima tahun (saya akan) blusukan terus, mau ke kampung terus, pokoknya selama lima tahun ke bawah, ke kampung, pokoknya banyak ke lapangan" kata Jokowi, panggilan beken sang Gubernur. Dia juga bilang, setiap gubernur punya gaya sendiri, "Gaya saya, gaya blusukan". Maka, ”Blusukan Style” menjadi identik dengan Jokowi.

Namun ada juga yang mencerca gaya tersebut. Alih-alih mencerca, ada baiknya mencermati apakah gaya blusukan Jokowi ini sejalan dengan aktivitas manajemen secara umum: Plan, Organize, Action, Control (POAC). Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan aktivitas tidak akan langgeng apabila tidak ada pengawasan. Fungsi kontrol dalam manajemen sama pentingnya untuk seorang pemimpin yang selalu berpikir secara jangka panjang.

Tingkatkan pengawasan

Robert Simons dalam bukunya berjudul Levers of Control (1995), terbitan Harvard Business School, Boston, Amerika Serikat, menjelaskan bahwa sistem kontrol manajemen adalah suatu yang formal, rutinitas berbasis informasi, serta prosedur manajemen untuk menjaga atau mengubah pola kerja perusahaan. Sistem manajemen ini dilaksana dalam empat pendekatan.

Pertama, belief systems. Suatu sistem yang harus dimiliki perusahaan untuk melakukan kontrol internal manajemen melalui komitmen seluruh pegawai terhadap visi dan misi, nilai inti dan keyakinan, serta tujuan perusahaan. Manfaatnya untuk memperkuat dan memperluas pencarian inovasi atau peluang usaha baru.

Produk-produk Apple, misalnya, selalu mengikuti nilai inti perusahaan, yaitu minimalis, mudah digunakan, fitur teknologi teranyar, desain berkelas, dan kualitas bahan terbaik. Keyakinan yang tinggi kepada nilai inti ini membentuk perspektif baru di industri komputer. Terbukti, walaupun harga produknya lebih tinggi dari pada kompetitor, produk Apple tetap laku karena nilai inti perusahaan memenuhi harapan pembelinya.

Kedua, boundary systems. Manajemen perlu memantau batas-batas wilayah kerja setiap yang terlibat di perusahaan. Contohnya dalam bentuk kode etik, tata cara membuat rencana strategis, aturan pembelian aset, atau pedoman operasi perusahaan.

Sistem untuk memagari ini yang belum serius diterapkan pada manajemen birokrasi serta wakil rakyat kita. Alhasil, banyak sekali yang “lompat pagar” lalu berakhir dengan menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal jika mereka memiliki daftar do(s) dan don’t(s) yang saling memahami dan mengingatkan untuk mematuhinya, pekerjaanKPK akan menjadi ringan dan akan bisa tidur lebih nyenyak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline