Lihat ke Halaman Asli

Perkembangan Identitas Diri pada Anak Usia Dini: Pembentukan Jati Diri di Tahun-Tahun Awal

Diperbarui: 27 Mei 2024   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan identitas diri pada anak usia dini adalah proses penting yang memainkan peran penting dalam membentuk persepsi seorang anak tentang dunia di sekitarnya dan tentang dirinya sendiri. Anak-anak mengalami berbagai fase perkembangan selama tahun-tahun awal kehidupan mereka, yaitu dari lahir hingga sekitar enam tahun, yang membentuk karakter, kepribadian, dan identitas mereka. Perubahan yang terkait dengan tahapan ini mencakup perubahan fisik serta perubahan emosional, sosial, dan kognitif. 

1. Masa Bayi (0-2 Tahun)

Pada fase ini, perkembangan identitas diri dimulai dengan membangun kepercayaan dasar terhadap orang lain dan lingkungannya. Tahap ini disebut sebagai fase "kepercayaan vs. ketidak percayaan" oleh psikolog perkembangan terkenal Erik Erikson. Sangat penting bagi orang tua atau pengasuh utama untuk berkomunikasi satu sama lain dengan cara yang konsisten dan penuh kasih sayang. Bayi yang merasa aman dan dicintai akan menjadi percaya pada orang lain dan lingkungannya , sementara bayi yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai mungkin menjadi cemas dan tidak percaya.

Selama periode ini, bayi mulai mengenali dirinya sebagai individu yang berbeda dari orang lain. Misalnya, mereka akan mulai memahami bahwa menangis dapat menarik perhatian orang tua dan mendapatkan respon yang diinginkan, yang menunjukkan kesadaran awal akan kemampuan mereka untuk mempengaruhi lingkungan mereka.

2. Masa Balit (2-4 Tahun)

Pada usia ini, anak-anak lebih aktif dalam mengeksplorasi dunia sekitar mereka. Melalui bermain dan berinteraksi dengan orang lain, mereka menumbuhkan rasa otonomi dan inisiatif. Anak-anak memperoleh pemahaman awal tentang peran gender dan preferensi pribadi terhadap mainan, makanan, dan aktivitas tertentu saat mereka mulai mengidentifikasi diri dengan nama mereka sendiri, menggunakan kata ganti seperti "saya" atau "aku." 

Fase "otonomi vs. rasa malu dan ragu-ragu" disebut oleh Erikson. Anak-anak yang didukung dalam eksplorasi dan diberi kebebasan yang sesuai akan menjadi lebih percaya diri dan otonom. Sebaliknya, anak-anak yang terlalu terkontrol atau sering dikritik mungkin mengalami rasa malu dan keraguan diri.

3. Masa Pra-Sekolah (4-6 Tahun)

Pada titik ini, anak-anak memperoleh kesadaran sosial yang lebih kuat dan memperluas identitas diri mereka melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga mulai memahami konsep lebih abstrak seperti keadilan, berbagi, dan kerja sama. Bagaimana mereka memandang diri mereka dalam konteks keluarga, kelompok teman, dan lingkungan sekitar mereka juga mempengaruhi identitas diri mereka.

Anak-anak pada usia ini mulai menunjukkan kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan perasaan mereka sendiri, yang merupakan bagian penting dari pembentukan identitas diri. Menurut Erikson, fase ini disebut "inisiatif vs. rasa bersalah".  Anak-anak yang terdorong untuk mengambil inisiatif dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan akan mengembangkan rasa tujuan dan inisiatif, sementara anak-anak yang sering dikritik atau dihambat mungkin mengembangkan rasa percaya diri atau kurang percaya diri.

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Identitas Diri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline