"Emmm. Nanti katanya sekolah ngadain Maulid Nabikan ya?" tanyaku pada teman sebangkuku.
"Iya. Tulisannya si pukul 07.00 udah di lapangan. Ini masih pukul 06.45 santai dulu gak si?" balasnya.
"Jangan gitu. Mending kita ke lapangan sekarang aja. Biar nanti langsung di mulai acaranya. Alasan acara molor itu bukan cuma karena panitianya gak becus, tapi karena pesertanya juga lama," responku sedikit tidak setuju.
"Yaudah ayo kesana," ucapnya menyudahi.
Kami berdua berjalan keluar dari kelas dan segera menuju ke lapangan. Tampak banyak tikar sudah di gelar untuk tempat duduk pada murid. Tikar-tikar itu adalah tikar dari siswa yang di kumpulkan. Ya, karena tidak ada pendanaan sama sekali, akhirnya panitia Rohis menggunakan segala cara agar acara Maulid Nabi ini tetap bisa berjalan.
"Wow. Masih 15 menit tapi kayaknya acara sudah bisa di mulai kapan pun. Cuma tinggal menunggu pesertanya doang," ucap temanku.
"Tuh kan. Ini pasti nanti molor karena siswanya ndak kumpul-kumpul," sahutku.
Tak lama sebuah pengumuman di pancarkan dari speaker sekolah. Pengumuman itu memberikan perintah agar para siswa yang beragama Islam segera datang ke lapangan. Sedikit demi sedikit para siswa langsung datang dan duduk. Tapi menyadari tikar yang terlihat tidak akan cukup. Akhirnya seorang guru langsung bangkit dan menata para siswa. Dengan cekatan guru itu mengarahkan para siswa agar bisa duduk dengan rapi. Akibatnya para siswa pun bisa duduk dengan nyaman walaupun dengan tikar yang terbatas. Para siswa pun diam sembari membiarkan para panitia melakukan persiapan terakhir. Dalam keheningan itu, aura kesal keluar dari tubuhku.
"Heh. Kamu kenapa?" tanya temanku merasakan aura kesal dari tubuhku.
"Panitianya udah siap, pesertanya juga udah ready. Tapi, dimana para guru?" ucapku dengan tatapan penuh kekesalan.
"Udah-udah wajari aja. Namanya juga sekolah, tapi ndak semua guru telat kok. Ada beberapa yang udah duduk di tempatnya," ucap temanku menenangkan.