Lihat ke Halaman Asli

ihsan arham

petani dan pemuda desa

Menemukan Generasi Baru Pertanian Indonesia

Diperbarui: 18 Mei 2019   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak terlihat bergembira memanen kangkung (sumber foto: blog.umy.ac.id)

Kita berada pada masa dimana orang bekerja semakin tak mengenal waktu. Dari pagi hingga pagi kembali, di sekitar kita ada aktifitas manusia. Ada yang bekerja di saat yang lainnya beristirahat, terus berulang setiap hari. 

Seberat apapun itu, rutinitas tersebut tetap dinikmati dengan harapan adanya koin-koin penyambung hidup. Dengan berbagai bentuk pekerjaan dan pangkat jabatan, masyarakat produktif yang bekerja memiliki harapan yang sama; penghasilan.

Sektor pertanian juga memiliki ruang yang cukup untuk memberikan penghasilan, namun terlihat ditinggalkan. Lahan produktif pertanian yang mencapai 13% luas Indonesia tidak menarik perhatian para pengangguran terbuka yang jumlahnya mencapai 5.34% (BPS 2018). Menjelang masa bonus demografi di Indonesia sektor pertanian justru hanya menyerap sedikit pekerja muda.

Apakah ini sebuah masalah serius? Tentu saja ini masih menjadi perdebatan yang perlu dikaji dengan  berbagai pendekatan untuk mengurainya. Jumlah petani yang berkurang, dikhawatirkan dapat menurunkan jumlah produksi pertanian khususnya tanaman pangan. 

Kekhawatiran ini muncul pasca sensus pertanian tahun 2013 silam. Fakta yang ditemukan adalah dalam rentang satu dekade, sektor pertanian ditinggalkan oleh 5.1 juta keluarga petani. Sementara, di sisi lainnya produksi pangan atau beras nasional dalam rentang waktu tersebut mengalami peningkatan sebesar 36 persen. Data tersebut malah berjalan berlawanan.

Perbandingan trend produksi beras nasional dan jumlah keluarga petani tahun 2003 - 2013

Peneliti Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Sri Hery Susilowati, telah mengungkap faktor penyebab menurunnya minat tenaga kerja muda di sektor pertanian. Pertama, citra sektor pertanian yang dinilai kurang bergengsi. Kedua, rata-rata penguasaan lahan menjadi sempit. 

Ketiga, suksesi pengelolaan usaha tani atau potensi ekonomi dari sektor pertanian dinilai rendah. Keempat, belum ada kebijakan insentif khusus untuk petani muda atau pemula untuk mengembangkan pertanian. Dan kelima adalah berubahnya cara pandang pemuda di era postmodern seperti sekarang.

Lima alasan tersebut tidak jauh dari harapan generasi muda untuk melakukan percepatan peningkatan ekonomi baik untuk dirinya maupun keluarganya. Oleh karena itu, pemuda meninggalkan pertanian dan memilih jalan lain. Pilihan sederhananya adalah daripada bertani, menjadi buruh pabrik atau karyawan lebih memberikan kepastian pendapatan sehingga biaya yang dikelola lebih stabil.

Generasi muda Indonesia yang bekerja memiliki kecenderungan untuk bekerja santai dan penghasilan yang tetap. Smeru Research institute pada tahun 2018 merilis data bahwa sektor jasa menyerap hampir setengah proporsi pemuda bekerja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline