Sejarah mencatat pada bulan Shafar 4 Hijriyah (Mei 625 H) yang berlokasi di Bir Ma'unah. Ketujuh puluh guru yang merupakan sahabat nabi yang diutus untuk mengajarkan al Qur'an dan ilmu agama dibantai dan menjadi sahid, peristiwa itulah yang membuat nabi Muhammad saw marah dan melaknat mereka yang membunuh para sahabatnya, dan berdoa kepada Allah, ya Allah hukum ya Allah, laknat si pulan ya Allah,". Yang sekarang kita kenal dengan doa qunut nazilah,
Dari sekelumit kisah diatas ada bahasan yang bisa kita pelajari bahwa sepanjang hidup nabi Muhammad, Allah Swt selalu menguji dengan berbagai ujian, baik yang bersifat penghinaan (verbal) maupun kekerasan fisik. Seperti halnya kita dakwah beliau di kota Thaif yaitu ketika penduduk Thaif menyambut kedatangan beliau dengan hinaan dan lemparan batu. Sehingga Rasulullah saw. terpaksa lari untuk menyelamatkan diri masuk ke sebuah kebun anggur. Saat itu malaikat menawarkan untuk membalas perbuatan mereka dengan menggangkat sebuah gunung untuk ditimpakan ke kota Thaif. Namun Rasulullah saw. menggelengkan kepala, tanda tidak setuju, bahkan beliau mendoakan kebaikan untuk penduduk Thaif.
Lalu apa yang membuat kisah terbunuh Ketujuh-puluh sahabat tersebut berbeda dengan kisah-kisah lainnya? Tak lain karena Ketujuh-puluh syahid bukan hanya sebagai penghafal Qur'an saja melainkan mereka juga sebagai guru yang mengajarkan tentang ajaran agama islam, mengajarkan bagaimana hidup yang mulia di dunia dan akhirat.
Jika kita mencari makna "guru" dalam KBBI maka yang muncul adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Sehingga istilah guru sering kita artikan sebagai seorang pengajar dan pendidik profesional di lembaga pendidikan formal dengan kualifikasi tertentu dan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Namun dalam pengertian yang lebih luas, siapa saja yang memberikan pengetahuan dan mengajarkan suatu ilmu adalah guru walaupun di luar lingkungan lembaga pendidikan formal. Bahkan Sayyidina Ali dalam memahami tingginya kemuliaan dan penghormatan pada guru, beliau pernah pernah berkata "Ana 'abdu man 'allamani walaw harfan wahidan". Yang maknanya, "Aku adalah hamba bagi siapapun yang mengajariku walaupun hanya satu huruf.". Bahkan nabi Muhammad saw bersabda: "Para ulama itu pewaris para nabi."
Sebagai orang yang selalu mengajarkan ilmu pengetahun dan mengajak pada kebaikan, guru juga berhak mendapat balasan yang besar juga, Rasulullah saw bersabda .,
" "
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya" (HR. Muslim no. 1893).
Tidak hanya kebaikan yang mengalir ketika masih hidup, di alam kubur mereka juga mendapat pahala yang terus mengalir. Hal itu sebagaimana yang diungkap dalam hadits, "Jika seorang insan meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga amal: sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang selalu mendoakan," HR. Al-Tirmidzi).
Semoga kita yang sekarang ini berprofesi sebagai guru dapat terus meningkatkan kompetensi kita dan sejalan dengan itu, kita harus selalu memperbaiki niat dan keikhlsan kita dalam mengajar sehingga apa yang kita kerjakan berdampak baik tidak hanya untuk para murid akan tetapi juga berdampak baik pada diri kita di dunia dan akhirat. wallahu a'lam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H