Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Wakaf: Instrumen Keuangan Produktif dalam Islam

Diperbarui: 3 Mei 2023   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Definisi Wakaf

Para ahli bahasa menyebutkan bahwa terdapt tiga kata untuk menjelaskan tentang wakaf, yaitu: al-waqf (wakaf), al-habs (menahan), dan at-tasbil (berderma untuk fi sabilillah). Kata al-waqf merupakan bentuk masdar dari ungkapan waqfu asy-syai', yang memiliki artian menahan sesuatu.

Waqaf juga diungkapkan dengan kata al-habsu. Dalam al-qamus al-muhit, al-habsu bermakana al-man'u (mencegah atau melarang) dan al-imsak (menahan) seperti dalam kalimat habsu asy-syai' (menahan sesuatu).

Dengan demikian, kata al-habs dan al-waqf mempunyai arti yang sama dan mengandung pengertian al-imsak (menahan), al-man'u (mencegah atau melarang), dan at-tamakkus (diam). Dinyatakan menahan, karena wakaf ditahan dari kerusakan, penjualan, dan semua tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan wakaf. Selain dari hal tersebut, al-waqf juga disamakan dengan at-tasbil yang bermakna mengalirkan manfaatnya.

Pengertian Wakaf Menurut Ulama Salaf

Pengertian wakaf secara terminologi sangat berhubungan dengan istilah fiqih, sehingga para ulama berbeda pendapat satu sama lainnya dalam mendefinisikan wakaf. Diantara pendapat ulama salaf mengenai wakaf adalah:

  • Abu Hanifah

"Ia (wakaf) adalah menahan harta dari otoritas kepemilikan orang yang mewakafkan, dan menyedekahkan kemanfaatan barang wakaf tersebut untuk tujuan kebaikan."

Berdasarkan pengertian tersebut, wakaf tidak memberikan konsekuensi hilangnya barang yang diwakafkan dari kepemilikan orang yang mewakafkan. Dia [orang yang mewakafkan) boleh saja mencabut wakaf tersebut, boleh juga menjualnya. Karena pendapat yang paling shohih menurut beliau bahwa hukum wakaf ja'iz (boleh) bukan lazim (wajib, mengandung hukum yang mengikat)

  • Mayoritas Ulama

"Wakaf adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan sementara barang tersebut masih utuh, dengan menghentikan sama sekali pengawasan terhadap barang tersebut dari orang yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaan yang diperbolehkan dan riil, atau pengelolaan revenue [penghasilan) barang tersebut untuk tuiuan kebaiikan dan kebaikan demi mendekatkan diri kepada Allah. Atas dasar ini, harta tersebut lepas dari kepemilikan orang yang mewakafkan dan menjadi tertahan dengan dihukumi menjadi milik Allah."

Mereka adalah dua murid Abu Hanifah, pendapat keduanya dijadikan fatwa di kalangan madzhab Hanafiyyah, madzhab Syafi'i, dan madzhab Hanbali menurut pendapat yang paling shahih.

Berdasarkan pengertian tersebut, orang yang mewakafkan terhalang untuk mengelola wakafnya tersebut dan penghasilan dari barang tersebut disedekahkan sesuai dengan tujuan perwakafan tersebut.

  • Madzhab Maliki
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline