Lihat ke Halaman Asli

Jangan Harap Sayang, Jika Belumlah Kenal

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14324901251869258338

Apa yang pertama kali terlintas dalam benak anda ketika disebutkan tentang Madura? Apakah jembatan suramadu? Sambel terasi? Pantai Gili Labak? Makam Syaikhona Kholil? Selain itu apalagi?

Kaum muda adalah aset mahal sebuah bangsa, bahkan ada pepatah mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang dibesarkan oleh jerih payah usaha gigih para pemudanya. Lalu bagaimanakah pemuda yang membanggakan bangsanya tersebut? Apakah mereka yang dengan bangga merantau ke seluruh penjuru dunia demi memenuhi isi paspor? Ataukah mereka yang setiap hari keluar masuk pusat perbelanjaan demi menjaga penampilannya tetap ‘berharga’. Indonesia dengan kekayaan melimpah seharusnya tidak perlu bersusah payah mengelola menjadi kesejahteraan Negara, lantaran para pemudanya sudah menjamin itu semua. Tapi alangkah ironisnya jika yang terjadi bukanlah demikian.

Madura, salah satu pulau dari ratusan ribu pulau di Indonesia patut bangga atas putra bangsanya, yang telah mengharumkan tanah airnya, mengangkatnya hingga tak hanya para sesepuh desa saja yang mengenal sejati daerah tinggalnya. Nama penanya Noevil Delta, pemuda asal Sumenep ini dengan sempurna mengemas cerita tentang tanah kelahirannya, Kabupaten Sumenep, hingga hal-hal kecil dan rinci yang masyarakat umum tak menyadarinya.

Melalui riset dan survey yang tidak mudah, pemuda yang kini menempuh pendidikan Farmasi S1 di Universitas Ubaya ini merangkum kisah bumi pertiwinya dalam sebuah buku kecil berjudul “Sumenep menyimpan Segudang Cerita”. Di dalamnya terdapat 18 cerita beragam tentang sudut-sudut kota Sumenep, mulai dari tempat-tempat bersejarah, orang-orang berpengaruh, hingga peristiwa-peristiwa yang mungkin telah terlupakan kawula tua dan tak tersampaikan pada kawula muda masyarakat Sumenep.

Buku kecil ini masih mewakili secuil perjalanan penulis tentang penelusuran jati diri kota kelahirannya. Akan tetapi cukup membuka wawasan bagi para pembaca umumnya, dan masyarakat muda kota Sumenep khususnya. Salah satu dari judul yang tertera pada buku tersebut adalah ‘Ahli Botani Orang Sumenep’. Pada suatu pepatah tentang bangsa besar dikatakan bahwa bangsa yang besar adalah yang menghargai jasa pahlawannya. Dan disini penulis telah mewakili bangsanya, bangsa sumenep, untuk menghargai pahlawan daerahnya, yakni Sang Ahli Botani.

Dengan bahasa yang lugas dan ringan, Noevil mampu menenggelamkan pembaca dalam lautan katanya sehingga tanpa disadari, setelah membaca rangkaian 18 cerita dalam buku ini, maka pembaca akan terdorong untuk datang langsung mengunjungi daerah yang tertulis dalam cerita tersebut. Bukankah hal ini juga akan menjadi komoditi besar bagi kabupaten di Pulau Madura ini.
Bukti kepedulian Noevil pada tanah airnya tersirat pada artikel pertama yang ia tulis yakni berjudul “Jika belum sayang, artinya belum kenalan” ia mencoba melanjutkan pepatah yang selama ini lumrah kita dengar, yakni ‘tak kenal maka tak sayang’ dengan kalimatnya sendiri. Usaha ini cukup menarik pembaca untuk melanjutkan membaca hingga halaman terakhir.

Melihat antusias Noevil terhadap kota kelahirannya menimbulkan sebuah pernyataan, jika saja semua pemuda di negeri ini memiliki inisiatif seperti dia, maka Indonesia akan lebih mudah dikenal, oleh bangsanya sendiri maupun bangsa asing.
Membaca buku ini seperti halnya membawa peta untuk menyusuri kota Sumenep sekaligus membaca lebih jelas dan lugas tentang satu per satu sudut kota Sumenep yang perlu diketahui oleh pembaca.
Selamat Membaca!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline